Tanggal 1 Muharram, adalah Tahun baru bagi seluruh umat muslim dunia, kebetulan tahun ini hampir bersamaan dengan pergatian tahun Masehi yang jatuh pada 1 Januari yang akan datang. Banyak doa dipanjatkan untuk menyambut tahun yang baru, berharap segala sesuatu menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak ampunan pula dimohonkan kepada Allah SWT, berharap agar semua kesalahan dan dosa kita mendapatkan ampunan dari-Nya. Ada baiknya kita bersyukur atas semua rahmat dan hidayah yang telah Allah berikan bagi kehidupan kita di dunia ini. Keluarga yang lengkap, kebahagiaan, rejeki, pendidikan, kemakmuran, bahkan duka dan cobaan yang kita alami di tahun-tahun sebelumnya adalah bukti kecintaan Allah kepada makhluknya. Hanya saja mampukah kita untuk senantiasa berdiri memberikan pujian dan junjungan setinggi-tingginya kepada Sang Pencipta dan Pemelihara, Allah SWT? Kadang manusia memang dihinggapi rasa malas, alpa ataupun khilaf dan aku adalah salah satu diantaranya. Mampukah di tahun-tahun mendatang kita berhijrah? Hijrah kepada kebaikan dan meninggalkan sifat kemalasan, kealpaan dan kekhilafan yang akan menjauhkan kita dari dirimu Ya Allah ? Sembah sujud, tafakur dan doa syukur selalu akan kupanjatkan padamu Ya Allah... dan berharap agar seluruh keuargaku senantiasa mendapatkan lindungan dan petunjuk di setiap langkah kehidupan kami. Mencoba untuk selalu berbuat kebajikan kepada sesama untuk mengharapkan ridho-mu Ya Illahi Robbi. Mencoba mencari rizki di jalanMu karena kami yakin bahwa tiada usaha yang merugi jika kami berbisnis denganMu.
Salah satu ulama terkenal, Yusuf Mansyur pernah berkata :
HIJRAH terpenting adalah dari SYIRIK kepada TAUHIID
Dari menuhankan harta
Dari menuhankan jabatan, kedudukan, kekuasaan,
Dari menuhankan penampilan
Dari menuhankan pujian dan penghormatan, popularitas
Dari menuhankan manusia, pasangan hidup, orang tua, anak-anak,
Dari menuhankan nafsu, syahwat, amarah
Dari menuhankan diri sendiri
Dari menuhankan kesenangan duniawi
Dari menuhankan apapun selain Allah
Hijrahlah menjadi LAA ILAAHA ILALLAH
Tiada Tuhan Selain ALLAH
Selain Allah hanyalah makhluk ciptaan-NYA yang lemah tak berdaya tanpa kekuatan-NYA
Yang bodoh tanpa percikan ilmu-NYA
Yang miskin papa tanpa titipan-NYA
Yang tersesat tanpa Tuntunan-NYA
Yang berlumur dosa tanpa ampunan-NYA
Yang hina dina tanpa kemuliaan dari-NYA
Semua makhluk mutlak adalah Milik-NYA, Ciptaan-NYA, dalam Genggaman-NYA tak dapat memberi manfaat sedikitpun tanpa ijin-NYA
Tak kuasa memberi mudharat sekecil apapun tanpa ijin-NYA
Cukuplah ALLAH...
Cukuplah ALLAH...
Cukuplah ALLAH...
Semoga Engkau senantiasa menuntunku dan keluargaku, untuk melaksanakan hijrahku Ya Raab..
Lagi bingung? ada ide atau lagi bundhet? berbagi cerita tentang kegembiraan dan kesedihan....everything... Pokoknya tuangin aja semua kesini, gak ada yang ngelarang ini.. Sekalian buang suntuk, kali aja ada inspirasi lain yang pengin ditulis. Secara gua emak-emak gitu looh... kadang2 bosen juga cuman ngurusin kerjaan rumah. Pengin ada sedikit yang bisa dilepasin dari rutinitas harian. So... enjoy dikit dengan ngeblog lebih baik daripada ngomongin orang ama tetangga sebelah.. ya nggak?
Monday, December 28, 2009
Incheon Stadium - Korea
Menjelang Asian Games yang ke-17 pada tahun 2014 di Incheon - Korea Selatan nanti, kota metroplitan satu ini sudah mulai merencanakan desain stadion megahnya. Di desain oleh Populous and Heerim Architects and Planners, Stadion ini direncanakan mampu melayani 70.000 orang pengunjung yang akan datang menghadiri pesta olahraga terbesar Asia nanti. Desain dengan bentuk dan pergerakan yang dinamis ini menyimbolkan kehidupan kebudayaan Korea. Selain bangunan yang megah, disekitarnya juga dilengkapi dengan taman dan penataan landscape yang indah yang diperkirakan dapat dinikmati oleh sekitar 30.000 pengunjung lainnya. Desain spektakuler ini direncanakan bisa digunakan secara efisien dan menjadi lansekap lokal, seusai perhelatan akbar tersebut digelar. Bentuk struktur bangunan ini tidak hanya terlihat kokoh tetapi juga menonjolkan nilai estetis yang menarik dipandang mata.
Selain mendesain Incheon Stadium, Populous juga ditunjuk sebagai Official Architectural and Overlay Design Services Provider untuk Olimpic Games 2012 yang akan diselenggarakan di London.
Sunday, December 27, 2009
Berkunjung ke Taman Sari - Yogya
a
Sebulan lalu, kami menyempatkan diri berkunjung ke taman air Taman Sari Yogya. Ingat.. terakhir kesini kurang lebih dua puluh tahun lalu, waktu aku masih kuliah di Jur. Arsitektur Undip. Waktu itu kita study tour ke Keraton Yogya, Taman Sari dan sekitarnya. Menerobos perkampungan para pembatik dan seniman. Waktu itu keadaan Taman Sari tidak seperti sekarang, lorong-lorongnya masih terkesan suram dan kurang sentuhan pemeliharaan. Bahkan waktu itu kita bertemu dengan sekelompok pemuda yang sedang bermain musik dengan menggunakan bas betot yang guedhe, biola dan gitar di salah satu lorong Taman Sari. Gemanya menimbulkan efek suara yang terdengar merdu, walau tanpa sound system pendukung.
Kini Taman Sari mulai bebenah. Kabarnya, dari tour guide yang mengantar kita, Taman Sari menjadi salah satu kekayaan warisan arsitektur dunia, yang dilindungi UNESCO. Beberapa tahun belakangan, Taman Sari mulai diperbaiki dengan pendanaan dari badan PBB tersebut. Terutama karena beberapa bagian bangunan juga ikut hancur waktu gempa besar menguncang Yogya beberapa tahun lalu. Disana-sini tampak perbaikan fisik, dan rekonstruksi bangunan, serta pengecatan kembali, sehingga lingkungan di sekitar Taman Sari terlihat tertata rapi. Pengunjung-pun kelihatannya cukup banyak, baik dari turis domestik maupun mancanegara. Apalagi dengan adanya trend foto prewedding yang mulai dikenal masyarakat sekarang, kata Pak Slamet, tour guide kita, hampir tiap minggu ada saja pasangan yang berpose disini untuk foto pre-wedding mereka. Arsitekturnya memang indah, eksotis, dan pantas untuk dikagumi. Kawasan yang tadinya merupakan Taman Air dan dikelilingi kanal atau danau buatan ini, awalnya mempunyai luas kurang lebih 16 hektar. Kini Bangunan Taman Sari berada ditengah-tengah pemukiman, karena danau buatannya telah kering dan ditinggali warga sekitar, dibuat perumahan. Alhasil, keindahan bangunan disiang hari dibeberapa tempat tercemari oleh pemandangan tali jemuran, antena, dan rumah-rumah penduduk yang tampaknya asal bangun. Sayang memang, tapi mungkin kondisi masa lalu mengharuskan para penduduk ini untuk bermukim disini untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Dan sekarang, sudah tidak mungkin untuk merelokasi mereka lagi. Walaupun begitu, kekaguman pada hasil karya arsitektur masa lampau ini memang tak bisa dipungkiri lagi. Bayangkan, dengan keterbatasan alat dan sarana pada waktu itu, para pendahulu kita mampu membangun mahakarya yang indah ini, struktur lengkung dan lorong yang hanya ditopang dengan konstruksi batu bata, yang mampu bertahan sampai beratus tahun lamanya. Syukurlah bila akhirnya pemeliharaan dan pelestarian bangunan ini berjalan dengan baik. Semoga Taman Sari tetap lestari sampai akhir masa
Labels:
beauty heritage,
experience,
jalan-jalan,
motret,
yogya
Alhamdulillah Allah masih melindungi keluargaku
Bener-bener... di jaman modern seperti sekarang ini, kok ya masih ada yang berurusan dengan hal-hal yang berbau mistis ya. Sebenernya dulu aku nggak terlalu percaya dengan hal-hal begitu, tapi jika kejadian ini menimpa keluargaku sendiri, terus... kita mesti bilang apa?. Memang Allah menciptakan banyak makhluk di dunia, selain kita manusia, hewan dan tumbuhan yang bisa dilihat dengan mata, Allah juga menciptakan hal-hal gaib semacam setan, jin dan malaikat. Hanya saja karena dunia kita berbeda dengan mereka, apalagi untuk orang-orang semacam aku yang sama sekali tidak pernah punya kepekaan untuk bisa melihat hal-hal yang gaib semacam itu, nggak pernah terpikir sama sekali bahwa ada juga manusia yang memanfaatkan hal-hal gaib untuk melakukan niat yang tidak baik. Awalnya anakku sakit, muntah-muntah, dibawa ke dokter umum indikasinya adalah maagh dan masuk angin biasa. Setelah 2 hari diberi obat dan nggak kunjung membaik, aku bawa ke UGD sebuah Rumah Sakit Swasta disini, dan kita minta untuk diperiksa darahnya karena ada sedikit demam. Hasilnya leucositnya tinggi dan kemungkinan ada infeksi bakteri, kemungkinan dari pencernaannya. Hari berikutnya panasnya hilang, tapi dia masih mengeluhkan sakit di perut sebelah kiri, dan tidak bisa BAB ataupun buang angin. Perutnya jadi membuncit, karena khawatir kami membawanya ke RS yang sama dan minta dirawat disana. Dokter jaga mengatakan bahwa kemungkinan ada indikasi penyumbatan di usus atau kemungkinan ususnya berlubang karena luka dari thypoid dan harus dioperasi. Kita diberi rujukan ke dokter bedah. Tapi.. dokter bedah menyarankan untuk melakukan observasi dulu, karena ada beberapa gejala-gejala yang diluar gejala yang biasa terjadi. Pertama thypoid positif, biasanya anak panas, ini anakku sama sekali nggak demam. Leucosit tinggi kemungkinan ada infeksi bakteri biasanya juga disertai demam tinggi, bahkan dengan jumlah leucosit sampai 33.000 biasanya pasien sudah shock ......ini kok enggak apa apa. Dan hasil rontgen dan USG juga tidak menunjukkan adanya kebocoran di usus karena di rongga perut tidak terdapat cairan yang keluar. Kasihan juga melihat selang dipasang dimana-mana, karena anakku disuruh puasa dan hanya mendapatkan nutrisi dari botol infus. Selang yang dimasukkan lewat hidung untuk mengeluarkan cairan dari lambung, selang infus dan cateter untuk mengeluarkan urine. Sementara dia tergolek lemas dan merasakan ada sesuatu yang perih dan bergerak-gerak di perut sebelah kiri. Anehnya dari hasil USG dokter melihat ada ketidak beresan di perut sebelah kanan. Sementara anaknya tidak merasakan ada yang sakit di sebelah kanan. 3 dokter spesialis diturunkan, dokter bedah, dokter penyakit dalam dan dokter kandungan (karena pada waktu itu anakku sedang mengalami haid, dan biasanya sakit di perutnya, takutnya ada sesuatu yang nggak beres disitu). Sampai-sampai tiga dokter ini kebingungan, dan hanya bisa memberikan anti biotik dan nutrisi lewat infusan. 3 hari di RS, anakku sudah bisa BAB dan buang angin, jadi indikasi penyumbatan dan kebocoran di usus berarti tidak terbukti. Dokter malah kemudian menyarankan untuk dirujuk ke RS di Bandung atau Jakarta, barangkali nanti akan mendapatkan penanganan yang berbeda. Kita keberatan, karena selain indikasi belum jelas, mungkin pemeriksaan juga nanti malah mulai dari awal lagi. Untung adik iparku punya banyak teman dokter spesialis dan mereka menyarankan untuk dilakukan CT Scan dengan zat kontras. Sementara itu... karena dokter sendiri belum menemukan penyebabnya, kita juga mengusahakan pengobatan alternatif dengan tenaga prana, selain juga menghubungi sepupu suamiku yang (katanya) bisa "berkomunikasi" dan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan gaib. Dari pengobatan prana, terapis mengatakan bahwa memang ada peradangan di usus anakku dan menyebabkan gerakan peristaltiknya terganggu, awalnya dari kebiasaan makan, katanya keseringan makan mie instant yang akhirnya mengganggu organ pencernaannya. Maklum saja, dengan kegiatan sekolah dan ekstra kulikulernya, kebanyakan anak mencari jajanan yang praktis dan mengenyangkan di sekolah dan pilihannya adalah mie instan. Tapi dari saudara sepupu suamiku mengatakan bahwa ada orang yang iri dan ingin mencelakai suamiku dengan perantaraan gaib, hanya saja karena ayahnya sudah memproteksi diri dengan ibadah dan dzikir, maka anaknyalah yang akhirnya kena. Wallahualam..... Aku hanya bisa tercenung dan mengerutkan kening, karena dari hasil CT Scan, kemudian diketahui semuanya normal, hanya ada peradangan di salah satu bagian ususnya. Dan kembali dokter bedah menyarankan untuk cepat dirujuk ke RS yang mempunyai fasiitas yang lebih baik, tapi kita masih bertahan dan mencoba pengobatan secara konvensional. Akhirnya setelah anakku sudah bisa makan dan minum, kita bawa dia pulang, dan meneruskan pengobatan dengan berobat jalan. Pengobatan alternatif masih kita jalankan, juga treatment untuk mengusir hal-hal gaib yang mengganggu, yang dipandu oleh sepupu suamiku lewat sms (berhubung orangnya juga lagi berada di tengah lautan karena kerja di pengeboran minyak di Timur Tengah sana). Alhamdulillah keadaan anakku kini berangsur membaik. Sakit di perutnya sudah mulai menghilang, dan perutnya sudah tidak kembung lagi. Walaupun begitu dalam waktu 10 hari perawatan di RS berat badannya berkurang 5 kg. Malah waktu kontrol terakhir ke dokter penyakit dalam, ada indikasi ke apendix, karena waktu itu anakku mengalami nyeri di perut bagian kanan bawah. Tetapi kemudian keesokan harinya dia menstruasi dan kemudian hari berikutnya sakitnya hilang. Dengan semua keheranan atas peristiwa ini, aku hanya bisa ikhlas dan pasrah kepada Nya. Tak henti-henti kita berharap agar peristiwa ini semakin mendekatkan kita kepada Sang Pencipta, Allah SWT, dan memohon agar anakku diberikan kesembuhan dan kesehatan dan dijauhkan dari godaan dan niat buruk dari semua makhluknya...amiin
Friday, August 21, 2009
De Javasche Bank Cirebon
Dari penelusuran sejarah disebutkan bahwa Kantor De Javasche Bank (DJB) Cabang Cirebon dibuka pada 31 Juli 1866 dan baru beroperasi tanggal 6 Agustus 1866 dengan nama Agentschap van De Javasche Bank te Cheribon. Pembukaan kantor cabang ini berdasarkan surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 63 tanggal 31 Juli 1866. Merupakan kantor cabang kelima. Empat kantor cabang yang telah dibuka terlebih dahulu yaitu: Semarang, Surabaya, Padang, dan Makasar, Dan sebagai komisaris dan wakil komisaris kantor cabang tersebut diangkat J.W. Peter Pemimpin Cabang Factor der Nederlansche Handel Maatschappij dan P. van Waasdjik. Peletakan batu pertama pembangunan gedung Kantor Cabang Cirebon yang terletak di Kampong Tjangkol No.5, dilakukan pada tanggal 21 September 1919 oleh Jan Marianus Gerritzen (anak Direktur M.J. Gerritzen). Perencanaan arsitektur gedung kantor tersebut dilakukan oleh Biro Arsitek F.D. Cuypers & Hulswit. Gedung ini selesai dibangun dan digunakan pada tanggal 22 Maret 1921.
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah direksi yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya adalah sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden pengganti I, presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II. Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan dewan komisaris. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bagian ekonomi statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.
Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.
Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB). Pemerintahan RIS tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bank sirkulasi. Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
sumber data : http://www.bi.go.id
Disamping gedung BI Cirebon, (masih satu komplek BI) dulunya berdiri bangunan yang disebut sebagai sebagai Societeit Phoenix. Bangunan ini masih berdiri sampai sekitar tahun 1990-an, tetapi kemudian dibongkar karena adanya perluasan dari komplek BI Cirebon. Letaknya dulu persis di sebelah kanan bangunan Gedung BI yang beratap kubah. Walaupun gedung baru berusaha mengimbangi bentuk tampilan luar dengan style yang sama dengan bangunan eksistingnya, tetapi sayang juga bila harus menghancurkan bangunan Societeit tersebut. Mungkin BI punya pertimbangan lain sehingga akhirnya Societeit Phoenix ini akhirnya dihancurkan juga.
Monday, August 17, 2009
Dirgahayu, 64 tahun Indonesiaku
"Merdeka atau Mati!" begitu teriakan para pejuang tanah air kita dulu untuk meraih dan mngobarkan semangat kemerdekaan negeri ini. Kata "merdeka" rupanya sudah menjadi harga mati. Jenuh setelah berabad-abad dibawah cengkeraman penjajah Belanda. Dan walaupun ada "Saudara Asia" yang katanya ingin membantu membebaskan dari tangan penjajahan bangsa barat, rupanya kehidupan bangsa ini masih juga terjajah. Lalu.. setelah sekian lama proklamasi dikumandangkan dengan lantang oleh Ir. Soekarno, apakah negeri ini sudah benar-benar merdeka dan bebas menentukan nasibnya. Mungkin... bagi sebagian orang.., tapi.. masih banyak juga rakyat yang tidak bisa hidup layak. Mengais rejeki untuk bisa bertahan hidup, menghamba pada kekuasaan, dan terjajah oleh nafsu angkara murka karena tiada keikhlasan. Belum lagi ada pula yang terjajah secara ekonomi, diperbudak oleh idealisme westernisasi. Kemana larinya nilai-nilai luhur bangsa ini.. Yang dulu dijunjung, dihormati dan disanjung oleh para putra-putri negeri? Akankah budaya bangsa masih mampu bertahan di era globalisasi? Masihkah gamelan, degung, calung, kecapi mampu bertahan digempur hip-hop, rock dan R&B? Untungnya masih ada kaum muda yang perduli, asalkan pemimpin bangsa juga tak lupa dengan tradisi dan kearifan budaya leluhur kita. Jangan hanya terlena untuk mengejar ketinggalan teknologi. Lihat saja banyak nilai-nilai tradisi yang hampir dicuri, diakui oleh bangsa lain, karena masyarakat kita juga tidak serius untuk memeliharanya.
Berpegang teguhlah dan bergandengan tangan, satu hati bertekad untuk memajukan negeri. Mulailah dari diri sendiri untuk mencintai bangsa ini. Berbuat untuk kebaikan, dari sesuatu yang kita bisa. Tidak usah berpikir terlalu jauh.. tapi mulailah dengan mendisiplinkan diri, mencintai dan menghargai sesama. Insya Allah segala konflik dapat dihindari, dan kehidupan bangsa ini menjadi lebih baik.
Dirgahayu Indonesiaku.... Jayalah bangsaku.. Semoga Merah Putihku selalu berkibar, tegak berdiri, diseluruh penjuru dunia.
Sunday, August 16, 2009
Studio Komik Papillon
Kemarin ini aku kedatangan temen lama, Fajar, salah satu dari pendiri Studio Komik Papillon di Semarang. Dari dulu memang temen satu almamater ini (walaupun beda fakultas) memang udah banyak wira-wiri di dunia perkomikan tanah air. Pernah salah satu komiknya di terbitkan oleh Elex Media Komputindo, sayang aku lupa judulnya, tapi yang jelas bercerita tentang "cerita horor". Dengan teknik tinta hitam putih. Patut diacungi jempol mengingat dunia perkomikan tanah air kita ini, kalah dengan Komik Superhero Amerika terbitan Marvell, Karakter Komik Disney atau Komik Manga dari Jepang yang mendominasi dunia perkomikan dunia. Panjang perjuangan yang ditempuh sebelum dia sukses dengan Studio Komiknya. Sekarang dia dan teman-temannya sudah bisa mengeruk dollar dengan menjual hasil karya mereka di internet. Membuka website sendiri di http://www.papillonstudio.org/, mereka mulai mengakses pasar international. Biasanya mereka menerima order dari pembuat cerita, kemudian mulai prosesing pembuatan sketsa karakter tokoh komiknya. Dari situ mulai pengerjaan gambar sketsa, dan pewarnaan. Semuanya dikerjakan oleh anggota tim di studio yang masing-masing punya job sesuai dengan keahliannya. Menarik juga, mengingat yang mengorder-pun gak maen-maen. Dari Brasil, Amerika, Afrika Selatan, dan beberapa negara di Eropa. Walaupun komiknya seringkali tidak beredar disini, tapi beberapa sudah diterbitkan di Amerika dan Eropa. Terakhir dia mengerjakan "The Fro" kisah seorang superhero dengan Rambut kribo dan gitar listrik sebagai senjatanya. Untuk menyelesaikan seluruh cerita dalam naskah yang diberikan oleh si pembuat cerita ini, mereka menghabiskan waktu sekitar 6 bulan. Rencananya komik ini akan di cetak di surat kabar, dan mereka mendapatkan copy hasil cetak buku fullcolor dengan kertas kalender (limited edition) sebanyak 16 exp. Dan... horee... aku kebagian satu. Pengerjaan gambar dan teknik pewarnaan dikerjakan dengan menggunakan Adobe photoshop. Waktu aku cerita tentang anakku Fira yang suka bikin komik juga, dia menyambutnya dengan antusias, agak surprise juga karena dia bahkan tidak tau soal program SAI Paint yang suka dipakai anakku. Mungkin karena program itu biasa dipakai oleh pembuat Manga dari Jepang. Agak beda dengan karakter komik yang biasa dibuat Fajar. Sayangnya dia gak punya cukup waktu untuk mengajari anakku.
Beberapa kali mereka juga mengadakan workshop gratis di SMP atau SMA di kota Semarang dan acaranya berlangsung sukses. Salah satu usaha untuk mengenalkan keberadaan komunitas komik mereka di negaranya sendiri. Walaupun banyak para komikus kita yang berkarya di luar negeri, rupanya hasil karya mereka malah belum dikenal di negeri sendiri. Ironis memang, karena di negeri ini justru orang belum banyak yang bisa menghargai desain, dan proses perwujudan sebuah karya seni. Sebuah buku hanya dilihat dari harga rupiahnya dan bukan dari esensi dari proses terjadinya suatu karya.
Cerita tentang Studio mereka dan komunitas komikus Semarang ini juga mengilhami FARID SYAFRODHI dan INDAR WAHYU HIDAYAT,untuk membuat film dokumenter berjudul "Kupu-kupu yang Mengantongi Dollar" (Papillon = Kupu-kupu). Film ini mampu masuk menjadi semifinalis dalam kompetisi film dokumenter untuk meraih "Eagle Award" yang diselenggarakan oleh Metro TV.
Terus berjuang kawan! semoga usahamu untuk menghidupkan dan menggairahkan dunia komik tanah air kita bisa tercapai.
Wednesday, August 5, 2009
Kharisma
Nggak semua orang punya kharisma yang begitu kuat sehingga tiap dia berbicara, bertingkah atau melakukan sesuatu orang akan langsung melihat kepadanya. Walaupun dia seorang pemimpin-pun yang notabene memegang kedudukan didalam masyarakat. Tidak semua orang mau mendengarkan apa yang dia katakan. Beberapa kali diundang rapat atau ikut seminar, tidak sedikit orang yang bahkan terkantuk-kantuk atau malah ngobrol sendiri ketika salah seorang berpidato, menyampaikan makalah atau menyajikan presentasi. Tapi hal itu tidak berlaku ketika pada reuni SMA-ku beberapa waktu yang lalu Didik Nini Thowok tampil disitu. Bayangkan saja.. suasana yang ramai dengan celoteh dan kegembiraan karena ketemu teman-teman lama yang bahkan sampai puluhan tahun tidak pernah bersua langsung terhenti ketika Didik Nini Thowok naik ke atas panggung dan memulai performance-nya. Semua mata tertuju kesatu titik. Mengarah ke tengah panggung dimana Didik mulai menggoyangkan tubuhnya, melenggak-lenggokkan badannya dan menampilkan ekspresi kocaknya. Tawa menggema di seluruh ruang melihat penampilannya, berharap pertunjukan terus berlanjut dan membuat semua orang larut dalam kegembiraan melihat kejenakaannya. Tak hanya itu.. begitu tarian selesai, dan Didik mulai berdialog dengan banyolannya, tak juga ada yang beranjak meninggalkan tempat acara. Sungguh kharisma yang demikian kuat melekat mengiringi penampilannya membuat semua orang tersenyum senang. Hmmm, melihat itu semua aku jadi berpikir.. andai saja ada seorang pemimpin besar yang baik, bijak, shalih, penuh kharisma, tegas, berpandangan luas dan pintar, yang mau memimpin negeri ini... Indonesia rasanya bisa cepat keluar dari krisis yang berkepanjangan... Semoga aja ada orang seperti itu di negeri ini yah...
Friday, July 10, 2009
Sumbing - Sindoro
Setelah sekian lama nggak pulang kampung, akhirnya kesempatan untuk kembali ke tanah kelahiranku datang juga. Ngepasin ama acara Reuni Akbar SMA-ku di Temanggung, kami (aku, adikku dan 2 keponakanku) berangkat dari Cirebon dengan harapan bisa kembali melihat keindahan alam desa yang tenang dan damai. Acara Reuni Akbar memang meriah, apalagi bisa ketemu temen-temen lama yang bahkan dari lulus SMA sampai sekarang nggak pernah ketemu. 22 tahun.. waktu yang cukup lama untuk bisa mengubah diri seseorang, terutama timbangannya he he. Rata-rata semua udah nambah berat badan dan jadi kelas berat, termasuk dirikyu... Jadi aku nggak usah minderlaaah jika badan bertambah tambun, masih banyak yang beratnya melebihi aku he he. Selesai reuni kami melewati rute Temanggung-Wonosobo-Purwokerto-Bumiayu-Ketanggungan-Cirebon. Sengaja pilih jalur tengah karena jalur utara sedang banyak perbaikan jalan. Beberapa teman yang pulang dari Jakarta lewat jalur utara terjebak macet dan menunggu ber-jam-jam untuk bisa sampai ketempat tujuan.
Melewati daerah Paponan-Tlahab-Kledung sampai Kretek, pandangan tidak lepas dari kemegahan gunung kembar Sindoro-Sumbing. Apalagi cuaca hari itu cukup cerah sehingga Gunung Sumbing tampak gagah dipayungi awan diatasnya. Gunung Sindoro yang agak tertutup kabut tak kalah indahnya. Musim tembakau hampir tiba, dimana-mana tanaman tembakau mendominasi ladang-ladang petani, berselingan dengan tanaman sayuran dan palawija. Rupanya masyarakat belum bisa meninggalkan tanaman yang satu ini untuk ditanam secara masal, walaupun larangan merokok sudah disebar kemana-mana. Produksi rokok-pun juga mulai dibatasi, tetapi tetap saja para petani masih menggantungkan hidup dari bertanam tembakau. Entah memang sudah jadi tradisi yang susah untuk dilepaskan atau memang karena keenganan mereka untuk menanam tanaman lain? entahlah... Padahal beberapa tahun lalu karena harga tembakau anjlog, beberapa kali petani terpaksa merugi. Belum lagi kerugian akibat ulah tengkulak-tengkulak yang seenaknya mempermainkan harga. Walaupun kabarnya dinas pertanian-pun sudah menyarankan untuk beralih ke tanaman lain, tetap saja mereka masih bersemangat untuk menanamnya.
Ingatanku jadi melayang ke masa-masa kecil-ku sewaktu masih SD dulu. Pada waktu itu lagi jaya-jayanya petani tembakau. Apalagi jika mereka mendapatkan panen Tembakau Srintil. Tembakau yang dipercaya memiliki kualitas tertinggi pada waktu itu. Harga jual melambung bahkan pada tahun 70-an sekilonya bisa mencapai 70 ribu rupiah. Bayangkan saja.. tiap musim tembakau berhasil, para petani bagaikan mendapatkan harta karun. Kekayaan dari hasil menjual tembakaunya mereka pakai untuk membeli barang-barang mewah dan membangun rumah mereka dengan megah. Bahkan terceritakan pada waktu itu, ada sebuah desa yang belum dialiri listrik, sampai-sampai mengumpulkan biaya secara swadaya untuk membeli tiang listrik dan kabel-kabelnya untuk dialirkan ke desa mereka. Padahal desa mereka boleh dikatakan tidak dekat dengan jalan raya tempat aliran listrik utama. Cukong-cukong tembakau-pun tak kalah makmurnya. Sewaktu ada penyelenggaraan Piala Dunia di Spanyol, mereka mencarter pesawat pribadi untuk menonton live pertandingan disana.
Tapi... itu dulu.. sekarang harga tembakau anjlog, bahkan pernah hanya 10 ribu sekilonya. Petani merugi, dan daripada memanen tembakaunya mereka lebih melilih membuangnya. Biaya buruh panen dan rajang tembakau lebih besar daripada harga jual tembakaunya. Kasihan mereka... tapi toh tahun berikutnya mereka tetap saja tidak kapok, dan menanam lagi. Berharap hasil panen lebih baik dan harga bisa diperbaiki. Memang, menanam tembakau gampang-gampang susah. Tanaman ini begitu tergantung dengan cuaca. Jika terlalu banyak hujan daunnya busuk, terlalu panas-pun jadi kering. Pada masa panen-pun tembakau yang bagus harus bisa kering dalam sehari. Tak heran jika musim panen tiba, para petani tembakau membawa truk-truk pengangkut tembakau rajangnya mencari daerah yang lebih panas untuk menjemurnya. Biasanya pada waktu-waktu seperti itu jangan harap mendapatkan lapangan terbuka untuk main sepakbola. Pasti sudah dipenuhi dengan rigen-rigen tempat menjemur rajangan tembakau. Bahkan mereka bisa mencari panas sampai ke daerah Magelang sana.
Gunung Sindoro dan Sumbing tak kalah merananya karena aktivitas petani tembakau ini. Lihat saja.. punggung gunung sudah semakin botak lantaran ditanamai dan dijadikan ladang tembakau. Kemana hutan-hutan yang menghijau sebelumnya? Yang menyelimuti punggung gunung dengan daunnya. Mungkin beberapa spesies fauna dan habitatnya juga ikut musnah karenanya. Padahal semasa SMP dan SMA dulu aku masih sering mendengar ada orang yang diserang harimau jawa atau harimau kumbang di lereng kedua gunung ini. Apakah sekarang keberadaan mereka masih bisa ditemukan ya? Semoga saja belum punah....
Untungnya beberapa LSM juga mulai giat menyuarakan peghijauan. Sebut saja Yayasan Dian Permata Insani (DIPERSANI) yang bergerak dibidang pelestarian lingkungan disekitar wilayah Sumbing-Sindoro. Juga Kang Mukidi yang aktif berjuang ngopeni alas. Mudah-mudahan kedepan hutan di wilayah Sindoro-Sumbing bisa kembali hijau...
Thursday, May 21, 2009
Asal-usul Sego Gono
Ini "tale story" yang konon menyertai asal-usul Sego Gono. Cerita ini aku dapat dari (siapa lagi kalo bukan..) Pak Antok Dharmanto, Pak Lurah gaul yang selalu aktif di milis Temanggung. Menurut Pak Antok, Sego Gono atau MEGONO itu berasal dari kata MErGO oNOne.
Konon katanya, pada jaman dahulu, ada sebuah desa yang gemah ripah loh jinawi, yaitu Desa DADAPAN. Didesa itu tinggal seorang janda, sebut saja namanya Mbok Rondo Dadapan. Suatu saat datang musibah angin lesus yang kencang mengobrak-abrik seluruh isi desa. Rumah Mbok Rondo tidak luput dari amukan angin lesus ini. Pada saat angin datang, Mbok Rondo kebetulan sedang memasak nasi. Diatas liwetan nasi itu Mbok Rondho meletakkan segala macam lauk-pauk dan sayuran termasuk bothok teri rambangan dan lain sebagainya. Ketika angin datang, dan lewat diatas rumahnya, genteng rumah Mbok Rondho hancur berantakan dan jatuh menimpa nasi liwet yang ada dibawahnya. Akibatnya lauk pauk yang sedianya digunakan untuk teman makan nasi itu masuk ke dalam nasi liwetan.
Setelah angin reda, para warga mulai berbenah dan bergotong royong memperbaiki rumah yang hancur, termasuk rumah Mbok Rondo. Menjadi adat kebiasaan warga desa, apabila setelah bergotong royong maka para warga menyediakan makanan ala kadarnya kepada masyarakat yang bekerja. Karena Mbok Rondo cuma punya nasi dengan lauk pauk yang tumpah sudah diatasnya, maka nasi itupun diaduknya agar lauk pauknya tercampur rata. Jadilah nasi itu yang dihidangkan kepada para warga, MErGO oNOne mung kuwi (Karena adanya cuma itu) alias nggak punya lagi hidangan yang lain.
Nah... sejak saat itu setiap warga desa hendak memulai hajatan, gotong royong, membuka jalan atau irigasi desa, memulai tanam atau perayaan lain, Nasi MEGONO ini menjadi menu utama yang dihidangkan kepada warga...
Konon katanya, pada jaman dahulu, ada sebuah desa yang gemah ripah loh jinawi, yaitu Desa DADAPAN. Didesa itu tinggal seorang janda, sebut saja namanya Mbok Rondo Dadapan. Suatu saat datang musibah angin lesus yang kencang mengobrak-abrik seluruh isi desa. Rumah Mbok Rondo tidak luput dari amukan angin lesus ini. Pada saat angin datang, Mbok Rondo kebetulan sedang memasak nasi. Diatas liwetan nasi itu Mbok Rondho meletakkan segala macam lauk-pauk dan sayuran termasuk bothok teri rambangan dan lain sebagainya. Ketika angin datang, dan lewat diatas rumahnya, genteng rumah Mbok Rondho hancur berantakan dan jatuh menimpa nasi liwet yang ada dibawahnya. Akibatnya lauk pauk yang sedianya digunakan untuk teman makan nasi itu masuk ke dalam nasi liwetan.
Setelah angin reda, para warga mulai berbenah dan bergotong royong memperbaiki rumah yang hancur, termasuk rumah Mbok Rondo. Menjadi adat kebiasaan warga desa, apabila setelah bergotong royong maka para warga menyediakan makanan ala kadarnya kepada masyarakat yang bekerja. Karena Mbok Rondo cuma punya nasi dengan lauk pauk yang tumpah sudah diatasnya, maka nasi itupun diaduknya agar lauk pauknya tercampur rata. Jadilah nasi itu yang dihidangkan kepada para warga, MErGO oNOne mung kuwi (Karena adanya cuma itu) alias nggak punya lagi hidangan yang lain.
Nah... sejak saat itu setiap warga desa hendak memulai hajatan, gotong royong, membuka jalan atau irigasi desa, memulai tanam atau perayaan lain, Nasi MEGONO ini menjadi menu utama yang dihidangkan kepada warga...
Tuesday, May 19, 2009
Resep Bikin Sego Gono
Nikmatnya "Sego Gono", yang gurih tiada terkira ini akhirnya aku dapatkan dari ibuku.
Bahan :
- 1 kg beras
- 10 siung bawang merah
- 8 siung bawang putih
- cabe merah dan cabe rawit secukupnya, sesuai selera
- 5 lembar daun salam
- 1 batang serai
- seiris kulit jeruk purut (bisa juga daunnya)
- 2 ruas jari kencur
- lengkuas secukupnya
- parutan kelapa muda dari 1/2 butir kelapa
- 20 lembar kubis hijau diiris selebar 2 cm
- teri rambangan (bisa juga diganti rebon)
- 1 buah kembang combrang diiris halus
- Garam secukupnya
- Gula merah secukupnya
- Terasi secukupnya
- Tempe secukupnya, potong dadu
Cara memasak :
- Beras di masak dengan air secukupnya sampai setengah matang (dikaru : bhs Jawa)
- Sementara itu haluskan bumbu-bumbu : garam, bawang merah, bawang putih, kulit jeruk purut, kencur, cabai, terasi, dan gula merah.
- Campurkan bumbu yang sudah dihaluskan dengan parutan kelapa, sayuran, tempe dan teri. Masukkan daun salam, lengkuas dan serai.
- Setelah nasi siap, kukus nasi bersama campuran bumbu dan sayuran. Caranya ambil nasi setengah matang, buat lapisan nasi di dandang, lapisi atasnya dengan campuran sayuran, ambil nasi lagi, lapisi lagi sayuran diatasnya, begitu terus sampai habis
- Kukus nasi sampai matang, setelah matang, aduk Nasi Gono sampai sayur dan bumbu tercampur
- Sajikan hangat, bersama ikan asin petek yang digoreng, atau rempeyek teri/rebon dan kerupuk
- Selamat mencoba....
Catatan : (Jika tidak ada kubis hijau, bisa diganti dengan kacang panjang, kecuwis, atau buncis)
Bahan :
- 1 kg beras
- 10 siung bawang merah
- 8 siung bawang putih
- cabe merah dan cabe rawit secukupnya, sesuai selera
- 5 lembar daun salam
- 1 batang serai
- seiris kulit jeruk purut (bisa juga daunnya)
- 2 ruas jari kencur
- lengkuas secukupnya
- parutan kelapa muda dari 1/2 butir kelapa
- 20 lembar kubis hijau diiris selebar 2 cm
- teri rambangan (bisa juga diganti rebon)
- 1 buah kembang combrang diiris halus
- Garam secukupnya
- Gula merah secukupnya
- Terasi secukupnya
- Tempe secukupnya, potong dadu
Cara memasak :
- Beras di masak dengan air secukupnya sampai setengah matang (dikaru : bhs Jawa)
- Sementara itu haluskan bumbu-bumbu : garam, bawang merah, bawang putih, kulit jeruk purut, kencur, cabai, terasi, dan gula merah.
- Campurkan bumbu yang sudah dihaluskan dengan parutan kelapa, sayuran, tempe dan teri. Masukkan daun salam, lengkuas dan serai.
- Setelah nasi siap, kukus nasi bersama campuran bumbu dan sayuran. Caranya ambil nasi setengah matang, buat lapisan nasi di dandang, lapisi atasnya dengan campuran sayuran, ambil nasi lagi, lapisi lagi sayuran diatasnya, begitu terus sampai habis
- Kukus nasi sampai matang, setelah matang, aduk Nasi Gono sampai sayur dan bumbu tercampur
- Sajikan hangat, bersama ikan asin petek yang digoreng, atau rempeyek teri/rebon dan kerupuk
- Selamat mencoba....
Catatan : (Jika tidak ada kubis hijau, bisa diganti dengan kacang panjang, kecuwis, atau buncis)
Sego Gono dan Ritual Menanam Tembakau
Dari obrolan tentang sego gono di milis ternyata nasi khas daerah Temanggung ini punya cerita yang dalam dibaliknya. Sego Gono, adalah makanan khas daerah kelahiranku. Nasi yang dimasak dengan campuran sayuran, tempe, teri dan kelapa parut, nikmat dan gurihnya masih aku ingat bener, walaupun sudah lama aku nggak memakannya. Biasanya setiap pagi jika ibuku tidak sempat menyiapkan sarapan, aku suka membeli Sego Gono ini sebagai sarapan pagiku. Waktu itu harga sepiringnya hanya Rp.25,-. Maklum aja.. jaman-jaman aku SD, tahun 70-an gitu segala masih murah. Dengan sepiring Sego Gono itu aku sudah bisa melenggang ke sekolah dengan energi yang berlimpah (kenyang banget... maksudnya....). Yang khas dari Sego Gono ini adalah sayuran kubis ijo atau kembang combrang yang dijadikan campuran didalamnya. Apalagi kalo makannya anget-anget ditengah sawah.. nikmat banget rasanya.
Waktu aku kuliah dan dapat tugas KKN di daerah Batang, aku juga menemukan nasi sejenis Sego Gono ini disana. Bedanya di Batang namanya Nasi Megono dan sebagai campuran nasinya bukan sayuran tetapi nangka muda yang dicacah dan di masukkan kedalam nasi. Tapi menurutku rasa Nasi Megono ini tidak senikmat Sego Gono yang biasa aku santap sewaktu kecil.
Ceritanya di Milis Temanggung salah seorang teman ngiming-iming makan Sego Gono, jadilah tanggapan bersahutan dari mana-mana.. Semuanya jadi kepingin merasakan kembali nikmatnya Sego Gono ini. Tahu-tahu ada Pak Antok Dharmanto.. Pak Lurah ini yang akhirnya mengungkapkan betapa berartinya Sego Gono ini bagi para petani tembakau di daerah Temanggung. Sego Gono menjadi salah satu syarat utama dari 7 syarat yang harus dipenuhi dalam ritual menanam tembakau disana. 7 syarat itu adalah :
1. JARIT REJENG KAWUNG : kain batik dengan motif Rejeng Kawung (harus yang baru) untuk tempat bibit tembakau yang mau ditanam. Dengan harapan nantinya hasil panen tembakau ini bisa dijadikan bebet/nyandang (membeli pakaian)
2. PRING WULUNG : Bambu dari jenis Wulung untuk memikul bibit tembakau, yang mengandung makna dan harapan agar tanaman tembakau yang ditanam ini nantinya setinggi bambu.
3. SENTE : Sejenis talas berwarna hitam, yang merupakan simbol dan harapan agar kelak daun tembakau menjadi selebar daun talas (sente)
4. SAMBELLILER : Pohon Miana, agar nantinya hasil tembakaunya warnanya mengilap seperti Sambelliler
5. DADAP SREP : maksudnya agar tumbuhnya tanaman tembakau semudah tumbuhnya tanaman Dadap Srep
6. BERAS KAPUROTO : Beras yang dicampur dengan kapur sirih dan kunyit. Maksudnya sebagai tolak bala, agar semua halangan, penyakit tanaman, hama dan lain sebagainya tidak mengganggu tanaman
7. SEGO GONO : Nasi yang isinya sayuran bermacam-macam rupa ini merupakan simbol agar hasil panen tembakau nanti bisa dibelikan macam-macam kebutuhan.
Naah.. kenapa syaratnya sejumlah 7 (7 = PITU dalam bahasa Jawa). Maksudnya agar senantiasa mendapatkan PITULUNGAN atau PERTOLONGAN dari Yang Maha Kuasa.
Ternyata, Sego Gono selain nikmat disantap juga punya makna dan filosofi yang dalam yaa....
Monday, May 18, 2009
Candi Cangkuang
Ketika berkunjung ke Garut kali ini kita sempetin mampir ke Candi di Situ Cangkuang yang berdiri di pinggir situ(danau) buatan. Candi Cangkuang merupakan peninggalan kerajaan Hindu. Sedangkan nama Cangkuang sendiri berasal dari nama sejenis pohon pandan (Pandanus Furcatus) yang banyak terdapat di sekitar candi. Pohon pandan ini daunnya banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk membuat tikar dan anyaman yang lain.
Desa Cangkuang terletak disebelah utara kabupaten Garut masuk wilayah Kecamatan Leles, tepatnya berjarak 17 km dari Garut atau 46 km dari Bandung. Untuk mencapai Candi kita harus menyeberangi Situ Cangkuang dengan rakit-rakit yang disewakan penduduk setempat untuk para wisatawan. Sayangnya pengelolaan tempat ini kurang maksimal sehingga danau yang indah ini kurang terpelihara.
Candi Cangkuang terletak sebelah menyebelah dengan Kampung Pulo, kampung adat yang didirikan oleh salah satu tokoh Agama Islam bernama Eyang Dalem Arif Muhammad, yang berinisiatif untuk membendung aliran air disekitarnya dan menjadikannya sebuah danau (situ). Candi ini terletak di tanah berbukit tepat di sebelah Kampung Pulo. Awalnya ketika ditemukan candi ini sudah dalam keadaan rusak, dan kemudian dipugar kembali untuk mengembalikan bentuk aslinya.
Candi Cangkuang ini ditemukan kembali oleh Team Ahli Sejarah Leles pada tanggal 9 Desember 1966. Team Sejarah Leles ini disponsori oleh Bapak Idji Hatadji ( Direktur CV. Haruman ), dan diketuai oleh Prof. Harsoyo. Sebagai ketua penelitian sejarah dan kepurbakalaan adalah drs. Uka Tjandrasasmita, seorang ahli purbakala Islam pada
lembaga purbakala. Drs. Uka Tjandrasasmita mula-mula melihat adanya batu yang merupakan fragmen dari sebuah bangunan candi dan disamping itu terdapat pula makam kuno berikut sebuah arca ( patung ) Siwa yang sudah rusak. Penelitian tersebut
berdasarkan tulisan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genootschap terbitan tahun 1893 yang menyatakan bahwa di Desa Cangkuang terdapat makam kuno ( Arif Muhammad ) dan sebuah arca yang sudah rusak. Selama penelitian selanjutnya disekitar tempat tersebut ditemukan pula peninggalan-peninggalan kehidupan pada zaman pra sejarah yaitu berupa alat-alat dari batu obsidian ( batu kendan ), pecahan-pecahan tembikar yang menunjukkan adanya kehidupan pada zaman Neolithicum dan batu-batu besar yang merupakan peninggalan dari kebudayaan Megaliticum.
Di sekitar Candi juga dikelilingi pohon-pohon besar yang mulai langka seperti Pohon Honje yang kulit kayunya biasanya digunakan untuk anyaman tas dan perangkat rumah tangga lainnya. Pohon ini menjulang keatas dengan akar-akar yang simpang siur menjalar di permukaan tanah.
Menurut penjaga museum, Candi Cangkuang diperkirakan merupakan peninggalan dari abad ke-7 M. Jadi pada waktu Embah Dalem Arif Muhammad datang kesini untuk menyebarkan agama Islam, Candi ini sudah berdiri selama 10 abad. Tidak banyak informasi yang bisa kita dapat dari museum. Hanya ada beberapa foto yang menunjukkan aktivitas selama pemugaran, beberapa foto artefak dan patung syiwa. Kebanyakan malah menampilkan peninggalan-peninggalan dari Kampung Pulo, pemukiman adat Islami yang berdiri belakangan. Itupun dipajang seadanya disebuah etalase, di ruangan yang gelap kalau mendung dan hujan dan tidak dialiri listrik. Jadi tidak ada penerangan sama sekali, kecuali kalau petugas museum menyalakan lampu minyak atau lilin.
Saturday, May 16, 2009
Kampung Pulo Situ Cangkuang
Kampung Pulo Situ Cangkuang, adalah salah satu kampung adat yang terdapat di komplek sekitar Candi Cangkuang di Kabupaten Garut. Pertama kesana, agak heran juga kenapa ada kampung adat yang nota bene bernuansa Islami di sekitar Candi peninggalan agama Hindu. Ternyata, konon kabarnya Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan beserta
masyarakat setempatlah yang membendung daerah ini, sehingga terjadi sebuah danau dengan nama "Situ Cangkuang". Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan berasal dari kerajaan Mataram di Jawa Timur dan mendiami daerah ini sekitar abad XVII.
Mereka datang untuk menyerang tentara VOC di Batavia sambil menyebarkan Agama Islam di Desa Cangkuang - Kabupaten Garut. Waktu itu di Kampung Pulo salah satu bagian wilayah dari desa Cangkuang sudah dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu. Namun secara perlahan namun pasti, Embah Dalem Arif Muhammad mengajak masyarakat setempat untuk memeluk Agama Islam.
Di Desa Cangkuang terdapat makam kuno ( Arif Muhammad ) yang merupakan leluhur cikal bakal dari penduduk Kampung Pulo. Uniknya, di Kampung Pulo hanya terdapat 6 buah rumah adat. Kalau kita masuk ke komplek pemukiman Kapung Pulo, maka kita akan melihat 3 buah rumah di sisi kiri (selatan) dan 3 buah rumah di sisi kanan (utara). Jalan yang cukup lebar membelah komplek pemukiman ini, dan di ujung barat (kiblat) terletak Tajug/Masjid kecil dengan tempat wudlu dan sumur disampingnya. Rumah Ketua Adatnya terlihat berbeda dengan yang lain, karena atapnya memakai penutup atap ijuk. Rumah adat yang lain memakai genteng sebagai penutup atapnya.
Bentuk rumah adat di kampung pulo ini adalah rumah panggung dengan serambi yang cukup lebar di depannya untuk menerima tamu. Dindingnya menggunakan bahan kayu dan anyaman bambu dengan atap berbentuk pelana. Penghuni Kampung Pulo ini tidak pernah bertambah, hanya 6 kepala keluarga. Jika ada anggota keluarga bertambah dan menikah, maka mereka bermukim di luar kampung ini. Penduduk kampung juga terbuka dengan perkembangan teknologi. Tidak seperti di pemukiman Baduy Dalam yang pamali menggunakan segala macam alat elektronik dan benda-benda berbau teknologi, dari balik pintu rumah Si Abah yang terbuka, aku bisa melihat televisi berwarna 21 inch.
Di dalam museum yang ada disitu, kita juga bisa lihat kitab-kitab kuno dan Al-Qur'an yang ditulis di atas kulit kayu. Sayangnya waktu kita datang hari sudah sore dan di museum ini nggak ada penerangan alias nggak disambungin listrik.
Waktu kita sempat berbincang sejenak dengan Si Abah, beliau bilang mereka masih ada hubungan dengan Kesultanan Cirebon. Sayangnya hari hampir hujan dan kita udah kesorean jadi nggak sempet lagi ngobrol banyak dengan beliau.
Monday, April 13, 2009
Mummy Tutankhamun
Suatu kesempatan yang langka bisa melihat mummy raja Mesir, kalo nggak ke Mesir sendiri, kayaknya kesempatan ini jarang bisa diwujudkan. Untungnya beberapa hari ini di Grage Mall- Cirebon dapat jatah ketempatan untuk pameran mummy anak raja Mesir Tutankhamun atau Ramses II. Sheila, anakku antusias banget ketika kuajak melihat pameran yang diselenggarakan oleh Kedutaan Mesir dan National Geografi Indonesia ini. Maklum, anakku yang satu ini seneng banget dengan hal-hal yang berbau arkeologi, gara-gara nonton Indiana Jones dan baca novel Atlantis. Just like me, kalo dulu nggak ketrima PMDK di Arsitektur, mungkin aku udah masuk ke Jurusan Arkeologi.
Sayangnya pameran langka ini, kurang memberikan informasi yang cukup tentang Kebudayaan Mesir kuno. Pertama masuk ke dalam ruangan kita diberi sajian tontonan video penemuan mummy di Mesir ini, bagaimana kematian Raja Ramses II yang meninggal dalam usia yang masih muda, 19 tahun, dan diduga karena pembunuhan. Kemudian kita digiring ke tempat dimana mummy itu diletakkan dalam lemari kaca, kelihatan begitu mistis, apalagi kalo kita tau cerita-cerita seram dibalik penemuan mummy ini. Bikin merinding. Di dinding juga terdapat beberapa panel-panel poster yang menceritakan kisah dibalik kehidupan Tutankhamun Kita berharap pameran ini tidak hanya menyajikan cerita Tutankhamun tetapi juga peninggalan kebudayaan Mesir yang lain, tetapi kelihatannya tempat dan materinya nggak memungkinkan untuk dibawa berkeliling ke 24 kota di seluruh Indonesia. Untungnya beberapa hari kemudian di Discovery Channel ditayangkan tentang Ancient Egypt, dari mulai piramidnya, Kuil-kuil kuno seperti yang ditemukan di Abu Simbel dan Karnak, The Valley of the Kings, tempat kuburan raja-raja Mesir di Luxor, dan masih banyak lagi. Bukan cuma kisah penemuannya yang menarik, tetapi peninggalan arsitekturnya yang spektakuler juga nggak kalah indah. Sheila seneng banget, dan asyik nonton tayangan itu sampai selesai.
Mummy Tutankhamun pertama kali ditemukan pada tanggal 17 Februari 1923 oleh arkeolog Howard Carter dan seorang ahli Mesir lainnya, Lord Carnarvon. Disekeliling Sarchopaag dipenuhi dengan harta karun yang tak ternilai harganya. Patung dan Sarchopaagnya semuanya berlapis emas. Tetapi dibalik penemuan gemilang ini, banyak yang mengatakan bahwa kutukan mummy terus berlanjut dan menimpa orang-orang yang telah mengusik tidur panjangnya. 47 hari setelah penemuan mummy itu Lord Carnarvon ditemukan meninggal di kamar Hotel Continental- Kairo akibat gigitan nyamuk berbahaya. Pada saat kematiannya, lampu kota Kairo mendadak mati selama beberapa menit. Sementara itu di peternakan milk Carnarvon di Inggris, anjingnya mulai menggonggong dan melolong di tengah malam, membuat para pelayanan ketakutan. Anjing itu terus saja melolong tanpa henti dan akhirnya mati terkapar. Orang langsung mengaitkan peristiwa ini dengan penemuan mummy dan mengatakan bahwa ini adalah kutukan yang berasal dari makam Sang Raja.
Beberapa lama kemdian seorang anggota ekspedisi yang lain, Arthur Mace, jatuh dan koma di Hotel Continental, dan tak lama kemudian meninggal. Setelah itu teman dekat Carnarvon, George Gould, melakukan pejalanan ke Mesir dan melihat makam. Keesokan harinya dia terserang demam tinggi dan kemudian meninggal juga. Salah seorang ahli radiolog yang dikirim untuk menentukan usia mummy juga meninggal setelah melakukan scan terhadap mummy ini. Selama tujuh tahun setelah penemuan mummy ini, hanya dua orang dari seluruh anggota tim yang masih hidup. Dari 21 orang yang melakukan penggalian itu akhirnya hanya Howard Carter sajalah yang meninggal secara alami pada usia yang lanjut di tahun 1939. Entah hanya kebetulan, atau memang kutukan itu ada, rupanya hanya Howard Carter sajalah yang beruntung.
Serentetan peristiwa buruk lainnya konon masih berlanjut pada waktu mummy ini dibawa keluar Mesir untuk pameran dan penelitian. Walaupun begitu, kesempatan langka untuk melihat mummy ini, nggak mungkin disia-siakan. Urusan mati, biar Allah yang menentukan... toh pada akhirnya semua orang juga akan berpulang kepadaNya.. ya nggak?
Friday, April 10, 2009
Telaga Remis
Terletak kurang lebih 20 km-an dari kota Cirebon ke arah Majalengka, telaga ini tersembunyi diantara rerimbunan pohon pinus dan bebatuan cadas. Telaga yang asri dan sejuk ini belum tersentuh pengelolaan yang baik, walaupun beberapa ratus meter dibawahnya banyak terdapat rumah-rumah makan yang menyediakan menu ikan sebagai sajian utamanya. Telaga Remis sebenarnya sudah masuh ke wilayah Kabupaten Kuningan, tetapi lebih dekat dicapai dari Cirebon. Untuk pergi kesana ikuti rute jalan ke arah Kabupaten Majalengka, dan sebelum sentra penambangan batu Bobos belok ke kiri menuju Cikalahang. Telaga Remis terletak di atas desa Cikalahang.
Sebenernya kita sudah sering pergi ke Cikalahang untuk sekedar refreshing sambil berwisata kuliner disini, tapi belum pernah mampir ke Telaga Remis. Maklum saja.. di daerah ini sumber air yang berlimpah memungkinkan orang membuat kolam-kolam untuk pemeliharaan ikan air tawar. Banyak sudah restoran-restoran yang didirikan disini, dan tiap akhir minggu hampir semuanya penuh. Masakannya cukup enak dan harganya-pun boleh dikatakan tidak terlalu mahal. Salah satu rumah makan langganan kita adalah Rumah Makan Kharitzma. Masakannya enak, karena ikan disini selalu fresh, nangkep dari kolam sendiri. Suasana di rmah makan ini juga cukup nyaman, karena saung-saungnya yang berdiri di atas kolam cukup banyak. Jadi sambil nenyantap masakan disini kita juga bisa melihat ikan-ikan koi yang berada di kolam dibawahnya.
Naah, sebenarnya sentra rmah makan ikan ini dulunya dibangun dengan mendompleng nama Telaga Remis juga. Sayangnya karena pengelolaan tempat wisata di Telaga Remis yang kurang memadai, sekarang justru daerah Cikalahang yang jadi tempat tujuan utama untuk wisata kuliner keluarga. Orang-orang jadi malas pergi ke Telaga Remis. Jadi waktu kesini kemarin tempat ini sepi sekali. Atau mungkn juga karena orang-orang lagi pada sibuk ngeliat hasil Pemilu jadi males kesini ya...
Di tempat ini ada papan dilarang menambil ikan di telaga dengan cara apapun, tapi aku lihat ada juga orang yang mancing, malah ada bapak-bapak lagi ngejala, naik rakiy di tengah telaga. Dan petugasnya kok ya diem aja... weleeh..
Lucunya lagi kemaren waktu kesana suamiku iseng mau naik becak air dan nanya ke penjaga yang ada disana. "Pak, bisa naik becak airnya pak.. berapa lama saya bisa pake?" "Oh, terserah bapak, mau sebentar mau lama, mau berjam-jam juga boleh, silahkan Pak" Pikir suamiku waah enak banget bisa pake lama-lama tapi waktu ditanya "Terus bayarnya?" "Yah.. 10 ribu pak, perlma belas menit" ha ha ha, pantesan dengan semangat dia mau ngasih berjam-jam.. mumpung ada yang mau naik ya Pak!
Wednesday, March 18, 2009
Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Masjid yang dikenal juga sebagai salah satu masjid wali ini, terletak di komplek alun-alun Kasepuhan Cirebon. Masjid ini dibangun bersamaan dengan Masjid Agung Demak dan merupakan pasangan dari masjid tersebut. Dulu sempat berbincang-bincang dengan Pak Ahmad Fanani, salah satu pemerhati arsitektur masjid Indonesia, beliau mengatakan bahwa pada waktu pembangunan Masjid Agung Demak, Sunan Gunung Jati memohon ijin untuk membuat pasangannya di Cirebon. Masjid Agung Demak mempunyai watak maskulin, sedangkan Masid Agung Sang Cipta Rasa ini mewakili watak feminin. Tidak seperti masjid-masjid wali pada umumnya yang mempunyai bentuk atap tajug (berbentuk piramid) bersusun dengan jumlah ganjil, Masid Agung Sang Cipta Rasa mempunyai bentuk atap limasan dan diatasnya tidak dipasang momolo (mahkota masjid). Bisa jadi inipun juga perlambang dari sifat feminin-nya. Bentuk konstruksi secara keseluruhan-pun terlihat lebih pendek dibandingkan dengan Masjid Agung Demak yang kelihatan tinggi dan gagah.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa didirikan pada tahun 1411 Tahun Saka atau 1489 M. Salah satu soko gurunya konon dibuat oleh Sunan Kali Jaga dari tatal (serpihan kayu) yang disatukan dan dibuat tiang. Sama dengan yang ada di Masjid Agung Demak. Terceritakan juga bahwa para wali pada saat masjid ini selesai didirikan berjamaah sholat Maghrib disini dan kemudian Sholat Subuh di Masjid Demak.
Didalam komplek Masjid Agung ini juga terdapat makam bagi mereka yang berjasa kepada masjid, diantaranya adalah makam Kuwu Sangkan.
Bangunan ruang sholat utama terdiri dari bangunan inti yang didalamnya terdapat mihrab dan tempat sholat Sultan Kasepuhan dan Kanoman yang masing-masing dikelilingi oleh pagar kayu. Pintu utama tempat sholat ini hampir tidak pernah dibuka, kecuali pada saat Sholat Ied atau pada waktu perayaan Maulid Nabi Muhammad. Pada hari-hari biasa, pengunjung masuk dari pintu kecil disamping yang jika melewatinya kita harus menunduk karena lubang pintu yang pendek. Ini juga mengandung filosofi bahwa kita harus merendahkan diri ketika berada di masjid.
Bagian mihrabnya terbuat dari batu putih, seperti batu palimanan dan berukir motif bunga teratai. Bentuknya merupakan adaptasi dari ragam hias arsitektur Hindu yang sebelumnya berkembang di Pulau Jawa sebelum agama Islam datang ke negeri ini. Bagian mimbar juga berukir hiasan sulur-suluran, dan pada kakinya ada bentuk seperti kepala macan, mengingatkan pada kejayaan jaman Prabu Siliwangi, jaman sebelum Kesultanan Cirebon menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa Barat. Konstruksi Soko Gurunya berjumlah 12 buah, menyangga atap utama yang berbentuk limasan susun tiga. Satu dengan yang lain dihubungkan dengan balok-balok melintang dan masing-masing ikatannya menggunakan pasak. Di ruang sholat utama ini terdapat 9 buah pintu, 1 pintu utama di bagian timur, 4 pintu kecil dan 4 pintu berukuran sedang. Dinding bagian depan berupa bata putih dengan hiasan ukiran kaligrafi berjumlah 9 di sebelah kiri dan 9 di sebelah kanan, melambangkan 9 wali penyebar agama Islam di Jawa. Pintu utamanya berupa pintu kayu dengan bagian kusen berhias ukiran dengan bentukan tiang di sisi kiri dan kanan pintu yang berhias ornamen kaligrafi dan ukiran sulur-suluran.
Keseluruhan kolom bangunan ini berdiri di atas umpak, dengan bentuk umpak pada tiang-tiang utama berbentuk bulat (dari batu kali) dan di bagian serambi berbentuk kotak. Konstruksi bangunan ini unik dan sangat berbeda dengan yang ada di Masjid Agung Demak, walaupun masjid ini dibuat pada waktu yang sama.
Sayangnya beberapa komponen bangunan sudah diganti dengan tidak mengindahkan kaidah dari arsitektur masjidnya sendiri. Pada bagian bawah atap susunnya ditutup dengan ram kawat dan lukisan kaca. Jadi di dalam masjid terasa panas karena aliran udara yang harusnya mengalir dibawah atap akhirnya tertutup. Hal tersebut dilakukan karena bentuk atap tersebut memungkinkan burung dan kelelawar masuk ke dalam bangunan. Bagian penutup atapnya yang dulu konon terbuat dari ijuk, kemudian diganti sirap, kini akhirnya diganti lagi jadi genteng metal, sehingga ciri khas tadisionalnya menjadi berkurang. Beberapa bangunan baru seperti ruang wudhlu juga dibuat menempel pada dinding keliling komplek, yang secara estetika malah jadi kelihatan mengganggu.
Karena usia masjid yang cukup tua, maka kolom atau saka-saka gurunya kini ditopang dengan perkuatan dari besi baja, untuk membantu menopang konstruksi atap diatasnya.
Aktivitas di masjid ini ramai oleh peziarah ketika malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Biasanya disini orang datang untuk berdzikir dan tirakat malam disini. Beberapa orang percaya akan mendapatkan keberkahan jika melaksanakan ibadah di masjid wali ini.
Motret Pre Wedding lagi....
Ini nih korbanku yang kelima. Kali ini giliran Teguh, anak buahku yang mau married akhir Maret ini jadi obyek foto pre-weddingku. Sayangnya cewenya malu-malu kalo disuruh pose... Jadinya beberapa foto kagak dapet "feel"-nya, gara-gara Teguhnya liat kemana... cewenya liat kemana... Dah gitu mau difoto candid, juga banyak nyureng-nya..waduuuh.. Jadinya kudu pas dapet moment-nya, itupun beberapa foto jadi kelihatan kaku gitu loh... ekspresinya nggak natural. Setelah pilih-pilih, sedikit retouching di photoshop (untung banget ada program begini, jadi banyak bantu)akhirnya selesai juga. Kita ambil lokasi di Setu Patok dan Pantai Kejawanan. Setu Patok tuh kira-kira 8 km kalo dari Cirebon, Karena pas musim hujan, air damnya rada banyak, biasanya kalo kemarau bisa kering lho.. Di Kejawanan nggak foto di pantainya karena pengin dapet suasana yang laen dari foto-fotoku yang dulu. Akhirnya dapet juga lokasi di rerumputan yang lagi tumbuh subur karena musim hujan. Dengan background semak-semak dan langit sore yang rada mendung.
Monday, February 23, 2009
Festival Rakyat, Muludan
Menjelang hari perayaan kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal, (atau kalau dalam penanggalan Jawa jatuh pada bulan Mulud) di kota Cirebon biasa diadakan festival rakyat yang biasa disebut Muludan. Sebulan sebelumnya di alun-alun keraton Kasepuhan dan Kanoman dibuat lapak-lapak tempat orang berjualan pakaian, mainan dan makanan, menyediakan jasa ramal, menyediakan arena permainan anak, dll. Sama dengan acara Sekatenan yang biasa diadakan di Yogya dan Solo. Beberapa mainan tradisional masih dijajakan disini, mencoba bertahan dari gempuran teknologi di era Playstation, Game PC dan Game Online. Ada kapal "klothok" yang terbuat dari seng, dan untuk menjalankannya dipakai bahan bakar minyak tanah, mainan masak-masakan dari anyaman bambu, seng atau gerabah, atau topeng, boneka bouraq dan beberapa karakter wayang golek. Selain itu jajanan khas Cirebon tentunya juga banyak tersedia disini, hanya saja, dimusim Muludan seperti ini, biasanya mereka memasang harga sedikit lebih mahal dari biasanya. Jadi kalau mau cari empal gentong, docang, tahu gejrot, lengko yang sudah pasti rasa dan harganya, mending jangan beli disini deh...Disini rasanya STD banget, tapi harganya melebihi warung-warung biasa. Jika Muludan begini, biasanya penjual manisan, aneka dodol, arum manis, martabak dan tahu petis, banyak berjualan disini. Dari setiap penjuru pintu menuju alun-alun sudah berderet penjual makanan. mereka mencoba ikut ngalab berkah, setahun sekali, "Mrema-an" kalo kata orang Cirebon bilang. Ada juga penjual kerak telor, yang cukup banyak aku temui disini. Rombongan penjual kerak telor ini khusus datang dari Jakarta. Pantesan... biasanya aku hanya menemui satu-dua penjual, sekarang banyak sekali penjual kerak telor di berbagai sudut keramaian. Rupanya rombongan besar pedagang makanan khas Betawi ini juga ingin mencoba mengais rejeki di keramaian Muludan.
Lain lagi arena permainan anak-anak, dari mulai tong stand, ombak banyu, korsel, balon udara, kincir, istana hantu, kereta, mandi bola dan banyak lagi lainnya, juga ikut meramaikan festival rakyat ini. Untuk naik ke stand ini, pengunjung rata-rata ditarik bayaran Rp.5000,-. Dan mereka juga datang dari jauh, ada yang dari Klaten dan Demak - Jawa Tengah dan ada juga yang datang dari Blitar- Jawa Timur. Keramaian Muludan di Cirebon ini menari mereka untuk datang dan mencari penghasilan disini.
Buat yang suka diramal, di beberapa sudut pasar rakyat ini ada juga penyedia jasa ramal. Di era seperti ini masih saja ada orang yang percaya pada urusan ramal-meramal ini. Salah satu pengunjung yang lagi asyik berkonsultasi ke tukang ramal, bahkan kaget dan mencoba lari menghindar ketika tau aku ambil fotonya. Sorry ya mas... mungkin dia nggak pengin ada orang tau dia mencoba mencari tau nasibnya dari tukang ramal beginian.
Yang jelas, festival rakyat begini masih dinanti oleh masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Tidak hanya karena even yang hanya datang setahun sekali ini sudah merupakan tradisi, tapi setidaknya mereka bisa mendapatkan hiburan yang cukup murah dan meriah. Acara festival rakyat ini nantinya akan ditutup dengan arak-arakan Panjang Jimat yang diadakan oleh Keraton. Pas malam habis isya di tanggal 12 bulan Mulud, Keraton Kasepuhan dan Kanoman biasanya menyiapkan segala tata cara upacara Panjang Jimat, dan mengaraknya dari Keraton menuju makam Sunan Gunung Jati (Astana Gunung Jati)di Gunung Sembung.
Subscribe to:
Posts (Atom)