Monday, November 22, 2010

Menghargai apa yang ada


Kadang-kadang kita tak menganggap bahwa sesuatu yang sepele, atau bahkan tidak pernah kita perhatikan menjadi sesuatu hal yang berarti. Ketika kita kehilangannya, baru kita merasa bahwa sesuatu menjadi kurang lengkap karenanya. Misalnya saja kancing baju yang lepas, sehingga ketika kita mau mengenakan baju favorit kita, kita kelabakan karena tak bisa memakainya dengan baik. Atau salah satu anggota badan kita, jari misalnya. Kehilangan satu jari saja, membuat genggaman kita jadi tidak kuat. Jadi.... hargailah apa yang kita punya. Walaupun nilainya mungkin kelihatan tak berarti, mungkin itu jadi pelengkap satu sistem dalam hidup kita.
Begitu pula dengan keluarga. Satu keluarga tak lengkap rasanya jika salah satu anggotanya pergi. Orangtua akan merasa kehilangan jika anak yang disayanginya tiada. Begitu pun sang anak, akan kehilangan jika orangtuanya pergi meninggalkannya. Akan tetapi... berbagai kejadian di sekitar kita kadang dapat memisahkan hubungan persaudaraan diantara keluarga. Bisa jadi itu karena perselisihan, ataupun juga kejadian-kejadian lain yang bisa terjadi, misalnya kematian, huruhara, bencana alam dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian seperti itu hendaknya bisa dijadikan hikmah bagi kita untuk selalu berintrospeksi diri. Biar bagaimanapun, hubungan darah jangan sampai putus hanya karena satu perselisihan, sengketa atau petaka. Jadi.... sayangilah saudaramu, orangtuamu, anakmu, keluargamu semua... Karena dengan memberikan rasa sayang, maka kita akan beroleh kebahagian.
Ada satu cerita yang mungkin bisa dijadikan sebagai panutan. Begini ceritanya.....
Seorang anak yang hanya mempunyai satu mata yang bisa melihat, selalu menyalahkan ibunya yang juga hanya mempunyai satu mata. "Gara-gara ibu aku selalu dikucilkan teman-teman, dijauhi mereka, tak diajak ketika bermain" ujarnya. Ibunya hanya diam saja setiap kali anaknya marah sepulang bermain. Dia hanya bilang supaya anaknya selalu bersyukur akan apa yang sudah Allah berikan untuk hidupnya, karena diluar sana banyak orang-orang yang jauh lebih tidak beruntung dibandingkan dia. Tetapi anaknya selalu saja menggerutu dan tak mau menerima keadaan dirinya. Suatu saat... si ibu sakit keras dan akhirnya meninggal. Dia meninggalkan sepucuk surat wasiat kepada si anak.
" Anakku.... jika aku meninggal, datanglah ke dokter mata kepercayaan ibu. Kuberikan satu mata ibu sebagai pelengkap matamu. Agar kau bisa melihat dengan kedua matamu seperti teman-temanmu yang lain. Agar kau tidak diejek dan diolok-olok lagi oleh teman-temanmu. Dan agar hidupmu menjadi lebih sempurna"
Dengan berbekal surat itu, si anak pergi ke dokter mata kepercayaan ibunya itu. Sesampainya disana, disampaikannya surat wasiat itu kepada dokter. Dokter-pun tersenyum dan membuka catatan kesehatan yang disimpannya dulu. Dengan hati terharu, dokter mulai berbicara kepada anak itu " Sungguh mulia hati ibumu nak... Dulu dia berikan sebuah matanya untukmu ketika kau kecil agar kau dapat melihat dunia. Dan sekarang ketika dia tiada, dia berikan juga satu matanya agar kau bisa melihat dengan lebih sempurna. Kau yang terlahir dengan kedua matamu yang buta, akhirnya dapat melihat seluruh isi dunia ini dengan kedua mata ibumu"
Si anak terhenyak, tak bisa berucap sepatah kata-pun. Sesal dan tangisnya tak akan mampu mengembalikan lagi ibu yang telah meninggalkan dunia yang fana ini....

Emak Kucing


Ada yang menarik perhatianku siang itu ketika menyambangi Pasar Kanoman- Cirebon. Ditengah suasana hiruk pikuk pasar, orang berjualan dan saling tawar menawar, pandanganku tertuju pada sesosok perempuan yang sudah tidak muda lagi. Perempuan kurus keturunan Tionghoa itu tampak berjalan dengan semangat. Dibelakangnya beberapa ekor kucing berjalan mengikutinya. Tubuhnya yang agak bongkok karena dimakan usia tidak menghalangi langkah mantapnya. Barangkali perempuan tua itu sudah berumur diatas 60 tahun. Gurat kerut diwajahnya tak mampu menyembunyikan senyumnya. Sambil berjalan mulutnya mulai menggumamkan sesuatu.. "Puus.. puuss.. sini pusss".
Langkahnya kemudian terhenti di sebuah los pasar. Dikeluarkannya sebuah baskom plastik kecil dari keranjang yang dijinjingnya. Kucing-kucing disekitarnya mulai mengeong tak sabar. Ternyata baskom itu berisi nasi yang sudah dicampur dengan remasan ikan pindang. Makanan lezat untuk kucing-kucing pasar.
Dengan sigap tangannya mulai mengambil beberapa jumput nasi pindang itu. Membaginya dalam beberapa tempat, dan mulai membagikannya pada kucing-kucing pasar. Mulutnya tak henti-hentinya menggumamkan kata-kata sayang pada kucing-kucing liar yang tidak bisa dikatakan bersih itu. Dan dengan gembira kucing-kucing itu mulai menyantap makan siang mereka.
"Emak Kucing". Begitu aku menyebutnya. Karena aku tak tahu siapa sebenarnya namanya. Dan aku juga tidak berani mengusik keasyikan dan kegembiraannya memberi makan kucing-kucing itu. Kelihatan sekali wajahnya yang tersenyum puas dan bahagia setelah melihat kucing-kucing itu makan dengan lahap. Alangkah baiknya Si Emak. Aku sendiri tak terpikir sebelumnya untuk melakukan perbuatan seperti apa yang dia lakukan. Aku pikir, kucing-kucing itu cukup mendapatkan makanan dengan mengais sisa-sisa makanan atau sampah di pasar. Tapi rupanya Si Emak berpikir lain. Baginya, kucing-kucing itu tak cukup dengan makan ala kadarnya dari sampah pasar. Dan kebiasaanya membawakan nasi pindang untuk kucing-kucing itu, tidak hanya membuat binatang-binatang itu senang... Itupun juga dapat membuatnya bahagia...