Tuesday, December 20, 2011

Sekitarku... in Black n White





Gara-gara ujan terus, mau keluar jadi males. Iseng-iseng mencoba motret lingkungan di sekitarku dan mengubahnya jadi foto Black n White...
Tinggal atur eksposure, levelling n curve di Photoshop CS 4.. ternyata mengasyikkan juga...:)

Sunday, December 4, 2011

Pedati Gedhe Pekalangan




Coba bandingkan gambar Pedati Gede Pekalangan diatas dengan pedati biasa dibawahnya. Gambar tersebut diatas adalah Gambar koleksi Tropen Museum - Belanda, yang menggambarkan kondisi pedati ditahun 1930-an. Pedati Gede Pekalangan (disebut Pekalangan karena pedati ini sekarang tersimpan di Kampung Pekalangan - Cirebon) merupakan kendaraan pedati milik Keraton Kasepuhan Cirebon. Pedati ini mempunyai ukuran yang sangat besar yaitu dengan panjang mencapai kurag lebih 8.5 m, tinggi 3,5 m, dan lebar 2,6 meter. Pedati mempunyai 8 buah roda yang berukuran sangat besar, yaitu : 6 roda belakang dengan diameter: kurang lebih sepanjang 2 m dan 2 roda depan dengan diameter 1.5 m. Roda-roda tersebut dihubungkan dengan poros-poros roda dari kayu berdiameter 15 cm, dan sebagai pelumasnya dahulu digunakan pelumas yang dibuat dari getah pohon damar. Pedati ini menggunakan sistem konck down, sehingga dapat dibongkar pasang sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan catatan dari Pangeran Haji Yusuf Dendrabrata (alm) dari Keraton Kacirebonan, dikatakan bahwa Pedati Gede dibuat pada masa Pangeran Cakrabuwana pada tahun 1371. Waktu itu Cirebon belum menjadi kerajaan dan hanya berupa daerah yang berbentuk tumenggungan. Disebutkan pula bahwa dimasa pemerintahan Sunan Gunung Jati (Sultan Keraton Cirebon yang pertama yang merupakan keponakan dari Pangeran Cakrabuwana), sekitar abad ke-15 pedati gede ini digunakan sebagai kendaraan kerajaan dan ikut berperan pada saat pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Pedati Gede digunakan untuk mengangkut bahan bangunan untuk pendirian Masjid.

Saat ini pedati yang telah rusak tersebut disimpan di situs purbakala milik Keraton Kasepuhan di Kampung Pekalangan Cirebon, sedangkan di Keraton Kasepuhan dibuat duplikatnya dan disimpan di halaman belakang Keraton. Pada Kirab Budaya Hari Jadi Kota Cirebon ke 642 kemarin, Pedati Gede ini dikeluarkan dari Keraton Kasepuhan dan ikut berkeliling kota mengikuti kirab, dengan ditarik 3 ekor kerbau. Duplikat Pedati Gede ini dibuat di tahun 1996, oleh para pengrajin dari Kalu Wulu, dan dibuat mengikuti ukuran dan sistem kerja dari pedati aslinya. Walaupun begitu, menurut Lurah Keraton Kasepuhan, untuk menjalankannya mereka mengaku kesulitan karena ukuran pedati yang sangat besar sehingga tidak mudah untuk mengendalikannya di jalan raya. Duplikat Pedati Gede ini dibuat dari bahan kayu jati, dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya. Disamping mereka harus mempelajari sistem kerja dari Pedati Gede yang asli, yang sudah mulai rusak di makan usia, kesulitan lain yang dihadapi adalah sulitnya mencari bahan baku kayu jati yang berkualitas dengan ukuran yang cukup untuk membuat roda pedatinya.




Kereta Singa Barong



Kereta Singa Barong adalah salah satu kendaraan kebesaran milik Keraton Kasepuhan Cirebon. Kereta ini kini tersimpan di museum yang terletak di dalam komplek Keraton Kasepuhan. Bentuknya yang sangat unik dan indah ini terinspirasi dari mimpi Pangeran Losari, adik dari Panembahan Ratu I, Raja Kasultanan Cirebon yang kedua. Dalam mimpinya tersebut Pangeran Losari melihat mahluk prabangsa yang mempunyai badan seekor singa, berkepala burung garuda dan berbelalai seperti seekor gajah memegang sebuah trisula. Mahluk bersayap tersebut terbang dengan gagah mengelilingi angkasa. Ketika hal tersebut disampaikan kepada kakaknya, Panembahan Ratu, maka wujud mahluk tersebut menjadi inspirasi untuk membuat kereta kerajaan yang baru, menggantikan Pedati Gede Pekalangan.
Melalui tangan Ki Gede Kaliwulu atau Ki Gede Natagana, dibuatlah kereta tersebut pada tahun 1571 tahun Saka atau tahun 1649 M.
Hal tersebut sesuai dengan sengkalan tahun yang menyebutkan bahwa dibuatnya kereta tersebut dilambangkan dalam sengkalan yang berbunyi "Iku Pandhita Buta Rupane" yang artinya = Itu Pendeta Raksasa Wujudnya. Sengkalan adalah perlambang yang menjadi simbol terjadinya suatu peristiwa atau kejadian. Dalam simbolisasi tersebut tiap angka mewakili watak atau wujud sesuatu. ( Iku = 1, Pandhita = 7, Buta = 5, Rupa/Rupane = 1 (dibaca terbalik dari belakang)) . Kereta ini menjadi kereta dinas Sultan yang digunakan untuk berkeliling memantau kegiatan di seluruh wilayah Keraton pada jaman dahulu.
Walaupun dibuat hampir 500 tahun lalu, tetapi kereta ini telah di desain dengan memikirkan hal-hal yang dangat mendetail. Kereta mempunyai 4 buah roda, dengan roda di depan yang lebih kecil dibandingkan dengan roda belakangnya. Roda-roda ini dibuat sedemikian rupa sehingga ketika melewati jalanan becek, maka lumpur atau tanah tidak akan mengotori badan kereta. Kereta juga dibuat dengan memikirkan sistem suspensinya sehingga memberi kenyamanan bagi pengendaranya dan mengurangi terjadinya goncangan ketika melewati jalanan yang tidak rata. Kereta ditarik oleh 4 ekor kerbau bule, dan untuk mengemudikannya, dibuat tuas dengan sistem hidrolik sehingga memudahkan sais kereta untuk mengendalikannya.Pada Tahun 1942, kereta mulai tidak digunakan lagi dan disimpan di museum Kereta Singa Barong yang berada di Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon.

Pada tahun 1996, dibuatlah replika / duplikat Kereta Singa Barong yang dikerjakan oleh para pengrajin ukir dari Desa Kaliwulu - Kabupaten Cirebon. Desa tersebut merupakan desa sentra pengrajin pahatan dan ukiran di Cirebon yang juga merupakan turunan dari Ki Gede Kaliwulu, pencipta Kereta Singa Barong yang asli. Kereta Replika ini dibuat dalam rangka menyambut Festival Keraton Nusantara I yang diselenggarakan di Kota Cirebon pada tahun 1996. Kereta inilah yang sekarang ini bisa dilihat masyarakat berkeliling kota pada saat perayaan-perayaan tertentu seperti ketika diadakan Kirab budaya dalam rangka Festival Topeng Nusantara dan juga Kirab Budaya memperingati Hari jadi Kota Cirebon yang diadakan tiap tanggal 1 Muharram, bertepatan dengan tahun baru Hijriyah. Untuk menariknya tidak lagi diperlukan 4 ekor kerbau bule seperti dahulu, melainkan hanya dengan 2 ekor kerbau biasa saja. Akan tetapi dari bentuk dan ukuran kereta, diusahakan tidak berubah dari kereta yang aslinya.