Monday, May 18, 2009

Candi Cangkuang




Ketika berkunjung ke Garut kali ini kita sempetin mampir ke Candi di Situ Cangkuang yang berdiri di pinggir situ(danau) buatan. Candi Cangkuang merupakan peninggalan kerajaan Hindu. Sedangkan nama Cangkuang sendiri berasal dari nama sejenis pohon pandan (Pandanus Furcatus) yang banyak terdapat di sekitar candi. Pohon pandan ini daunnya banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk membuat tikar dan anyaman yang lain.
Desa Cangkuang terletak disebelah utara kabupaten Garut masuk wilayah Kecamatan Leles, tepatnya berjarak 17 km dari Garut atau 46 km dari Bandung. Untuk mencapai Candi kita harus menyeberangi Situ Cangkuang dengan rakit-rakit yang disewakan penduduk setempat untuk para wisatawan. Sayangnya pengelolaan tempat ini kurang maksimal sehingga danau yang indah ini kurang terpelihara.
Candi Cangkuang terletak sebelah menyebelah dengan Kampung Pulo, kampung adat yang didirikan oleh salah satu tokoh Agama Islam bernama Eyang Dalem Arif Muhammad, yang berinisiatif untuk membendung aliran air disekitarnya dan menjadikannya sebuah danau (situ). Candi ini terletak di tanah berbukit tepat di sebelah Kampung Pulo. Awalnya ketika ditemukan candi ini sudah dalam keadaan rusak, dan kemudian dipugar kembali untuk mengembalikan bentuk aslinya.
Candi Cangkuang ini ditemukan kembali oleh Team Ahli Sejarah Leles pada tanggal 9 Desember 1966. Team Sejarah Leles ini disponsori oleh Bapak Idji Hatadji ( Direktur CV. Haruman ), dan diketuai oleh Prof. Harsoyo. Sebagai ketua penelitian sejarah dan kepurbakalaan adalah drs. Uka Tjandrasasmita, seorang ahli purbakala Islam pada
lembaga purbakala. Drs. Uka Tjandrasasmita mula-mula melihat adanya batu yang merupakan fragmen dari sebuah bangunan candi dan disamping itu terdapat pula makam kuno berikut sebuah arca ( patung ) Siwa yang sudah rusak. Penelitian tersebut
berdasarkan tulisan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genootschap terbitan tahun 1893 yang menyatakan bahwa di Desa Cangkuang terdapat makam kuno ( Arif Muhammad ) dan sebuah arca yang sudah rusak. Selama penelitian selanjutnya disekitar tempat tersebut ditemukan pula peninggalan-peninggalan kehidupan pada zaman pra sejarah yaitu berupa alat-alat dari batu obsidian ( batu kendan ), pecahan-pecahan tembikar yang menunjukkan adanya kehidupan pada zaman Neolithicum dan batu-batu besar yang merupakan peninggalan dari kebudayaan Megaliticum.
Di sekitar Candi juga dikelilingi pohon-pohon besar yang mulai langka seperti Pohon Honje yang kulit kayunya biasanya digunakan untuk anyaman tas dan perangkat rumah tangga lainnya. Pohon ini menjulang keatas dengan akar-akar yang simpang siur menjalar di permukaan tanah.
Menurut penjaga museum, Candi Cangkuang diperkirakan merupakan peninggalan dari abad ke-7 M. Jadi pada waktu Embah Dalem Arif Muhammad datang kesini untuk menyebarkan agama Islam, Candi ini sudah berdiri selama 10 abad. Tidak banyak informasi yang bisa kita dapat dari museum. Hanya ada beberapa foto yang menunjukkan aktivitas selama pemugaran, beberapa foto artefak dan patung syiwa. Kebanyakan malah menampilkan peninggalan-peninggalan dari Kampung Pulo, pemukiman adat Islami yang berdiri belakangan. Itupun dipajang seadanya disebuah etalase, di ruangan yang gelap kalau mendung dan hujan dan tidak dialiri listrik. Jadi tidak ada penerangan sama sekali, kecuali kalau petugas museum menyalakan lampu minyak atau lilin.

No comments: