Saturday, May 16, 2009

Kampung Pulo Situ Cangkuang



Kampung Pulo Situ Cangkuang, adalah salah satu kampung adat yang terdapat di komplek sekitar Candi Cangkuang di Kabupaten Garut. Pertama kesana, agak heran juga kenapa ada kampung adat yang nota bene bernuansa Islami di sekitar Candi peninggalan agama Hindu. Ternyata, konon kabarnya Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan beserta
masyarakat setempatlah yang membendung daerah ini, sehingga terjadi sebuah danau dengan nama "Situ Cangkuang". Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan berasal dari kerajaan Mataram di Jawa Timur dan mendiami daerah ini sekitar abad XVII.
Mereka datang untuk menyerang tentara VOC di Batavia sambil menyebarkan Agama Islam di Desa Cangkuang - Kabupaten Garut. Waktu itu di Kampung Pulo salah satu bagian wilayah dari desa Cangkuang sudah dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu. Namun secara perlahan namun pasti, Embah Dalem Arif Muhammad mengajak masyarakat setempat untuk memeluk Agama Islam.

Di Desa Cangkuang terdapat makam kuno ( Arif Muhammad ) yang merupakan leluhur cikal bakal dari penduduk Kampung Pulo. Uniknya, di Kampung Pulo hanya terdapat 6 buah rumah adat. Kalau kita masuk ke komplek pemukiman Kapung Pulo, maka kita akan melihat 3 buah rumah di sisi kiri (selatan) dan 3 buah rumah di sisi kanan (utara). Jalan yang cukup lebar membelah komplek pemukiman ini, dan di ujung barat (kiblat) terletak Tajug/Masjid kecil dengan tempat wudlu dan sumur disampingnya. Rumah Ketua Adatnya terlihat berbeda dengan yang lain, karena atapnya memakai penutup atap ijuk. Rumah adat yang lain memakai genteng sebagai penutup atapnya.
Bentuk rumah adat di kampung pulo ini adalah rumah panggung dengan serambi yang cukup lebar di depannya untuk menerima tamu. Dindingnya menggunakan bahan kayu dan anyaman bambu dengan atap berbentuk pelana. Penghuni Kampung Pulo ini tidak pernah bertambah, hanya 6 kepala keluarga. Jika ada anggota keluarga bertambah dan menikah, maka mereka bermukim di luar kampung ini. Penduduk kampung juga terbuka dengan perkembangan teknologi. Tidak seperti di pemukiman Baduy Dalam yang pamali menggunakan segala macam alat elektronik dan benda-benda berbau teknologi, dari balik pintu rumah Si Abah yang terbuka, aku bisa melihat televisi berwarna 21 inch.
Di dalam museum yang ada disitu, kita juga bisa lihat kitab-kitab kuno dan Al-Qur'an yang ditulis di atas kulit kayu. Sayangnya waktu kita datang hari sudah sore dan di museum ini nggak ada penerangan alias nggak disambungin listrik.
Waktu kita sempat berbincang sejenak dengan Si Abah, beliau bilang mereka masih ada hubungan dengan Kesultanan Cirebon. Sayangnya hari hampir hujan dan kita udah kesorean jadi nggak sempet lagi ngobrol banyak dengan beliau.

No comments: