Friday, August 21, 2009

De Javasche Bank Cirebon





Dari penelusuran sejarah disebutkan bahwa Kantor De Javasche Bank (DJB) Cabang Cirebon dibuka pada 31 Juli 1866 dan baru beroperasi tanggal 6 Agustus 1866 dengan nama Agentschap van De Javasche Bank te Cheribon. Pembukaan kantor cabang ini berdasarkan surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 63 tanggal 31 Juli 1866. Merupakan kantor cabang kelima. Empat kantor cabang yang telah dibuka terlebih dahulu yaitu: Semarang, Surabaya, Padang, dan Makasar, Dan sebagai komisaris dan wakil komisaris kantor cabang tersebut diangkat J.W. Peter Pemimpin Cabang Factor der Nederlansche Handel Maatschappij dan P. van Waasdjik. Peletakan batu pertama pembangunan gedung Kantor Cabang Cirebon yang terletak di Kampong Tjangkol No.5, dilakukan pada tanggal 21 September 1919 oleh Jan Marianus Gerritzen (anak Direktur M.J. Gerritzen). Perencanaan arsitektur gedung kantor tersebut dilakukan oleh Biro Arsitek F.D. Cuypers & Hulswit. Gedung ini selesai dibangun dan digunakan pada tanggal 22 Maret 1921.
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922 (DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur jenderal atau pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah direksi yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu di antaranya adalah sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden pengganti I, presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II. Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan dewan komisaris. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya bagian ekonomi statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek.

Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta kantor perwakilan di Amsterdam, dan New York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953.

Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB). Pemerintahan RIS tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bank sirkulasi. Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Nasionalisasi pertama dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.
sumber data : http://www.bi.go.id

Disamping gedung BI Cirebon, (masih satu komplek BI) dulunya berdiri bangunan yang disebut sebagai sebagai Societeit Phoenix. Bangunan ini masih berdiri sampai sekitar tahun 1990-an, tetapi kemudian dibongkar karena adanya perluasan dari komplek BI Cirebon. Letaknya dulu persis di sebelah kanan bangunan Gedung BI yang beratap kubah. Walaupun gedung baru berusaha mengimbangi bentuk tampilan luar dengan style yang sama dengan bangunan eksistingnya, tetapi sayang juga bila harus menghancurkan bangunan Societeit tersebut. Mungkin BI punya pertimbangan lain sehingga akhirnya Societeit Phoenix ini akhirnya dihancurkan juga.

No comments: