Coba bandingkan gambar Pedati Gede Pekalangan diatas dengan pedati biasa dibawahnya. Gambar tersebut diatas adalah Gambar koleksi Tropen Museum - Belanda, yang menggambarkan kondisi pedati ditahun 1930-an. Pedati Gede Pekalangan (disebut Pekalangan karena pedati ini sekarang tersimpan di Kampung Pekalangan - Cirebon) merupakan kendaraan pedati milik Keraton Kasepuhan Cirebon. Pedati ini mempunyai ukuran yang sangat besar yaitu dengan panjang mencapai kurag lebih 8.5 m, tinggi 3,5 m, dan lebar 2,6 meter. Pedati mempunyai 8 buah roda yang berukuran sangat besar, yaitu : 6 roda belakang dengan diameter: kurang lebih sepanjang 2 m dan 2 roda depan dengan diameter 1.5 m. Roda-roda tersebut dihubungkan dengan poros-poros roda dari kayu berdiameter 15 cm, dan sebagai pelumasnya dahulu digunakan pelumas yang dibuat dari getah pohon damar. Pedati ini menggunakan sistem konck down, sehingga dapat dibongkar pasang sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan catatan dari Pangeran Haji Yusuf Dendrabrata (alm) dari Keraton Kacirebonan, dikatakan bahwa Pedati Gede dibuat pada masa Pangeran Cakrabuwana pada tahun 1371. Waktu itu Cirebon belum menjadi kerajaan dan hanya berupa daerah yang berbentuk tumenggungan. Disebutkan pula bahwa dimasa pemerintahan Sunan Gunung Jati (Sultan Keraton Cirebon yang pertama yang merupakan keponakan dari Pangeran Cakrabuwana), sekitar abad ke-15 pedati gede ini digunakan sebagai kendaraan kerajaan dan ikut berperan pada saat pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Pedati Gede digunakan untuk mengangkut bahan bangunan untuk pendirian Masjid.
Saat ini pedati yang telah rusak tersebut disimpan di situs purbakala milik Keraton Kasepuhan di Kampung Pekalangan Cirebon, sedangkan di Keraton Kasepuhan dibuat duplikatnya dan disimpan di halaman belakang Keraton. Pada Kirab Budaya Hari Jadi Kota Cirebon ke 642 kemarin, Pedati Gede ini dikeluarkan dari Keraton Kasepuhan dan ikut berkeliling kota mengikuti kirab, dengan ditarik 3 ekor kerbau. Duplikat Pedati Gede ini dibuat di tahun 1996, oleh para pengrajin dari Kalu Wulu, dan dibuat mengikuti ukuran dan sistem kerja dari pedati aslinya. Walaupun begitu, menurut Lurah Keraton Kasepuhan, untuk menjalankannya mereka mengaku kesulitan karena ukuran pedati yang sangat besar sehingga tidak mudah untuk mengendalikannya di jalan raya. Duplikat Pedati Gede ini dibuat dari bahan kayu jati, dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya. Disamping mereka harus mempelajari sistem kerja dari Pedati Gede yang asli, yang sudah mulai rusak di makan usia, kesulitan lain yang dihadapi adalah sulitnya mencari bahan baku kayu jati yang berkualitas dengan ukuran yang cukup untuk membuat roda pedatinya.
No comments:
Post a Comment