Perjuangan Pak Ustadz untuk menularkan ilmu agama disini memang tak bisa dibilang mudah. Kampung pinggiran ini dulunya dikenal sebagai salah satu kampung preman. Bukan cuma pencopet, maling atau preman pasar yang tinggal didaerah ini. Perampok-pun ada. Tak heran jika anak-anak muda disini dulunya sudah mengenal miras sedari mereka belia. Apalagi setiap ada yang punya hajat, atau menjelang perayaan hari kemerdekaan..... untuk teman “lek-lekan” mereka, si empunya hajat harus menyediakan miras untuk para tetangga yang ikut membantu mempersiapkan pesta.
Di kampung ini banyak sekali anak kecil dan janda. Kenapa banyak anak kecil? Rupanya program KB tidak berhasil disini. Anak-anak perempuan yang masih belasan tahun dan dianggap sudah akil baliq-pun, biasanya harus segera dikawinkan. Pendidikan mereka paling tinggi hanya setingkat SMA saja. Setelah itu.. orang tua mereka akan segera mencarikan jodoh, karena jika anak sudah berkeluarga mereka sudah tidak perlu lagi menanggung hidupnya. Atau malah anak-anak itu yang sudah punya calon sendiri di kalangan lingkungannya. Dan kenapa banyak janda? Ada sebagian yang ditinggal mati suaminya karena menderita penyakit atau karena sebab lain. Ada juga yang suaminya pergi, tak pulang-pulang lagi, entah bagaimana kabarnya... di penjara... atau mungkin juga jadi DPO... dicari-cari polisi karena terlibat kasus kejahatan. Jadinya para janda ini harus bertahan hidup sebisanya. Jadi buruh nyuci, jualan gorengan atau jajanan keliling kampung, atau apa saja yang bisa mereka kerjakan untuk menyambung hidup membiayai anak-anaknya. Ada juga yang memutuskan untuk jadi TKW ke luar negeri dan memilih menitipkan anak-anaknya kepada nenek atau kakeknya.
Untungnya masih ada orang seperti Pak Ustadz yang berani membuat perubahan. Image kampung yang dulunya dikenal sebagai kampung preman ini akhirnya mulai terkikis. Pak Ustadz berpikir bahwa mungkin dia tidak bisa merubah orang tuanya... tapi kasihan anak-anak kecil yang tak berdosa ini jika akhirnya harus berakhir di jalanan atau menjadi DPO dan dipenjara seperti orang tua mereka. Pak Ustadz mulai mengajari mereka mengaji. Memberikan pelajaran akhlak yang baik kepada mereka. Sementara untuk menyambung hidupnya sendiri, setiap pagi Pak Ustadz berjualan mainan anak-anak di SD tak jauh dari kampung ini. Selain itu... Pak Ustadz juga mengajar mengaji di TPA komplek AL atau dipanggil sebagai guru ngaji privat di rumah orang. Dari sini dia mendapatkan imbalan yang cukup untuk memberi makan keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.
Impian Pak Ustadz yang pertama adalah membangun mushola di kampungnya. Cita-cita ini bisa diwujudkannya tahun lalu. Itupun hasil usahanya sendiri mencari donatur di kota. Dari hasil usahanya mengajar mengaji di komplek AL dan di tempat-tempat lain di kota, akhirnya mempertemukannya dengan para donatur yang mau membantu usahanya mewujudkan impiannya.... Membangun mushola di kampungnya. Kini anak-anak di kampung pinggiran bisa belajar mengaji di mushola itu. Anak-anak remajanya pun diberi kesibukan sebagai DKM Mushola, sehingga mereka bisa mulai belajar bertanggung jawab. Remaja DKM inipun sekarang sudah mulai bisa mengajari adik-adiknya mengaji, sehingga Pak Ustadz-pun tak perlu lagi menanganinya langsung.
Impian Pak Ustadz yang kedua adalah mengadakan sunatan masal di kampung ini. Memang tidak semua warga disini tidak mampu menyunatkan anaknya. Tapi.... lebih banyak warga yang harus ditolong ketimbang yang mampu untuk menjalankan salah satu sunnah Rasul ini. Untuk biaya mengantar anak ke dukun sunat atau ke dokter, plus pengobatan pasca sunat-nya pasti mereka harus menabung terlebih dahulu. Dan bukan perkara yang mudah menyisihkan uang setiap hari jika untuk makan saja mereka pas-pasan. Pak Ustadz kemudian berusaha menghubungi beberapa tenaga medis dan paramedis yang bersedia membantunya. Alhamdulillah... ada dokter dan mantri kesehatan yang bersedia dengan suka rela membantu menyunat anak-anak itu tanpa dipungut biaya. Hanya untuk membeli obat dan peralatan seperti jarum suntik, perban dan lain sebagainya memang butuh biaya untuk membelinya di apotek. Pak Ustadz-pun mencoba mencari donatur ke beberapa pihak dan akhirnya terkumpul sejumlah uang untuk membantu terselenggaranya aktvitas ini. Bahkan dengan uang itu Pak Ustadz bisa menyewa Barongsai sebagai hiburan untuk warga kampung. Makanya begitu rombongan Barongsai datang, seisi kampung dibuat heboh. Penganten sunat diarak keliling kampung dengan menggunakan becak, diiringi oleh atraksi Barongsai. Suara genderang dan simbal yang ditabuh para pemain Barongsai memecah kesunyian kampung. Mengundang seluruh warga untuk keluar rumah dan menonton rombongan penganten sunat. Hiburan yang sangat jarang sekali ada di kampung mereka. Pak Ustadz sengaja memberitahukan penyelenggaraan kegiatan ini kepada Pak RW sehari sebelum hari H. “Susah bu disini... serba salah saya.. Kalau saya beritahukan kepada RW, pasti belum-belum sudah diminta macem-macem. Pasti ditanya jatah buat panitia berapa?...Sementara untuk biaya penyelenggaraan acara ini uangnya juga pas-pasan”...Oh..Oh... rupanya korupsi bukan hanya milik pejabat-pejabat tinggi saja...
Dan hari ni Pak Ustadz bisa tersenyum gembira karena 6 orang anak di kampungnya bisa disunatkan di mushola kampung. Ditambah lagi dia bisa membekali anak-anak itu dengan uang masing-masing sebesar Rp.250.000,-, memberi mereka baju koko, sarung dan peci baru, serta satu kotak Fried Chicken merek Kolonel Sanders, hasil sumbangan para donatur. Dan sebagai acara syukuran-nya malam sebelumnya telah diadakan pengajian di mushola, dan seluruh warga yang hadir mendapatkan jatah nasi kenduri. Dan yang penting.........salah satu sunnah Rasul bisa terlaksana hari ini.
No comments:
Post a Comment