Minggu pagi itu Pelabuhan Perikanan Kejawanan Cirebon tampak agak ramai. Pelabuhan yang biasanya lengang kali ini penuh dengan Perahu-Perahu Penangkap Ikan yang tertambat di dermaga. Di sebelah selatan beberapa kapal tampak masih dalam perbaikan, masih banyak komponen-komponen kapal yang teronggok, jangkar yang sudah dimakan karat dan buritan kapal yang terbuka menunggu para pekerja menyelesaikan penambalan disana.
Di sisi dermaga tampak beberapa orang berbincang-bincang. Beberapa duduk-duduk di hulu dan buritan kapal, menunggu nahkoda datang untuk bongkar muatan. Beberapa ABK tampak baru bangun tidur, menggeliat dan melangkah pelan diatas kapal bergabung dengan teman-temannya yang lain.
Ada beberapa jenis kapal yang terlihat di dermaga, Ada kapal penangkap ikan dengan ongkokan besar jaring yang menumpuk diatas dak kapal. Ada juga kapal geo marine di sisi yang lain dan jenis kapal yang terlihat paling mencolk adalah kapal penangkap cumi. Kapal ini terlihat berbeda dengan yang lain karena banyaknya bola-bola lampu yang digantungkan diatasnya. Lampu-lampu ini akan dinyalakan jika malam tiba, dan cumi-cumi akan mendekat jika melihat terang. Dengan begitu para nelayan ini akan dengan mudah menangkap cumi-cumi yang menghampiri kapal. Ada beberapa jenis kapal yang tertambat disana, Kapal yang cukup besar dengan panjang kurang lebih 10 m, dengan onggokan jala diatasnya, adalah kapal penangkap ikan. ABK-nya adalah orang-orang sekitaran Cirebon juga, yang berlayar mengarungi lautan sampai ke Kotabaru di Kalimantan untuk menjual hasil tangkapan mereka. Menurut salah satu ABK, mereka kadang menghabiskan waktu sekitar 3 bulanan untuk kembali lagi ke Cirebon. Di Cirebon mereka beristirahat sekitar seminggu, dan jika cuaca baik mereka akan berangkat lagi melaut.
Orang-orang tangguh..... !!! kelihatan dari tangannya yang kekar dan kulitnya yang gelap terbakar matahari. Mereka meninggalkan sanak keluarganya untuk mencari nafkah ditengah ganasnya ombak lautan. Kadang menembuh badai dan gelombang pasang untuk bisa menghidupi keluarganya. Saluut...!!
Salah seorang ABK bermurah hati memperlihatkan kepadaku hasil tangkapan mereka yang
masih disimpan di perut kapal. Ketika tutup dak lantai kapal dibuka, bau amis pun menyeruak keluar. Tumpukan ikan-ikan dibawahnya tampak terlihat. Kebanyakan dari jenis hiu dan pari. Ku lihat sirip-sirip hiu itu sudah dipotong, karena sudah dijual di perjalanan. Sirip hiu terkenal karena rasanya yang lezat dan harganya yang mahal. Pasti pembelinya juga restoran-restoran terkemuka di kota besar, tidak seperti disini, jarang sekali restorant menyediakan menu Sup Hisit.
Sayang sang nahkoda datang siang, jadi aku tidak punya cukup waktu untuk menunggu kapal bongkar. Sementara itu seorang anak perempuan kecil terlihat malu-malu menggelayuti tangan si ABK. Kelihatan sekali dia enggan melepas genggamannya dari tangan ayahnya, bahkan ketika aku memintanya difoto, dia baru mau lepas dari tangan ayahnya setelah si ABK membujuknya. Sebentar kemudian dia mulai lari lagi dan mendekap ayahnya erat... Barangkali dia belum puas melepas rindunya kepada ayahnya yang sebentar lagi juga akan segera berangkat melaut lagi...